Kamis, 24 November 2011

Teori Keperawatan "Levin"


Levine pribadi menyatakan bahwa ia tidak bertujuan khusus untuk mengembangkan ‘teori keperawatan’,  tetapi ingin menemukan cara untuk mengajarkan konsep-konsep utama dalam Keperawatan Medikal Bedah dan berusaha untuk mengajarkan siswa keperawatan tentang sebuah pendekatan baru dalam bidang keperawatan. Levine juga ingin berpindah dari praktek keperawatan pendidikan yang menurutnya sangat prosedural dan kembali fokus pada pemecahan masalah secara aktif dan perawatan pasien (George, 2002).
Myra Estrin Levine atau lebih dikenal Levine, memperkenalkan sebuah teori yang disebut dengan Model Konservasi Levine. Teori ini telah membawa banyak perubahan yang dinamis bagi dunia keperawatan dengan mengacu pada interaksi manusia secara holistik.

A.    Model Konservasi Levine
Model Konservasi Levine merupakan keperawatan praktis dengan model konservasi dan prinsip yang berfokus pada pelestarian energi pasien untuk kesehatan dan penyembuhan. Adapun prinsip konservasi tersebut adalah sebagai berikut :
1.      Konservasi Energi
Individu memerlukan keseimbangan energi dan memperbaharui energi secara konstan untuk mempertahankan aktivitas hidup. Konservasi energi dapat digunakan dalam praktek keperawatan.

2.      Konservasi Integritas Struktur
Penyembuhan adalah suatu proses pergantian dari integritas struktur. Seorang perawat harus membatasi jumlah jaringan yang terlibat dengan penyakit melalui perubahan fungsi dan intervensi keperawatan.
3.      Konservasi Integritas Personal
Seorang perawat dapat menghargai klien ketika klien dipanggil dengan namanya. Sikap menghargai tersebut terjadi karena adanya proses nilai personal yang menyediakan privasi selama prosedur.

4.      Konservasi Integritas Sosial
Kehidupan berarti komunitas social dan kesehatan merupakan keadaan social yang telah ditentukan. Oleh karena itu, perawat berperan menyediakan kebutuhan terhadap keluarga, membantu kehidupan religius dan menggunakan hubungan interpersonal untuk konservasi integritas social.


B.     TIGA KONSEP UTAMA DARI MODEL KONSERVASI

Konsep tersebut terdiri dari :
1.      Wholeness ( Keutuhan )
Erikson dalam Levine (1973) menyatakan wholeness sebagai sebuah sistem terbuka : “Wholeness emphasizes a sound, organic, progressive mutuality between diversified functions and parts within an entirety, the boundaries of which are open and fluent. (Keutuhan menekankan pada suara, organik, mutualitas progresif antara fungsi yang beragam dan bagian-bagian dalam keseluruhan, batas-batas yang terbuka dan lancar)”.
Levine (1973, hal 11) menyatakan bahwa “interaksi terus-menerus dari organisme individu dengan lingkungannya merupakan sistem yang ‘terbuka dan cair’, kondisi kesehatan dan keutuhan terwujud ketika interaksi atau adaptasi konstan lingkungan, memungkinkan kemudahan (jaminan integritas) di semua dimensi kehidupan”. Kondisi dinamis dalam interaksi terbuka antara lingkungan internal dan eksternal menyediakan dasar untuk berpikir holistik, memandang individu secara keseluruhan.

2.      Adaptasi
Adaptasi merupakan sebuah proses perubahan yang bertujuan untuk mempertahankan integritas individu dalam menghadapi realitas lingkungan internal dan eksternal. Konservasi adalah hasil dari adaptasi. Beberapa adaptasi dapat berhasil dan sebagian tidak berhasil.
Levine mengemukakan 3 karakter adaptasi yakni: historis, spesificity, dan redundancy. Levine menyatakan bahwa setiap individu mempunyai pola respon tertentu untuk menjamin keberhasilan dalam aktivitas kehidupannya yang menunjukkan  adaptasi historis dan spesificity. Selanjutnya pola adaptasi dapat disembunyikan dalam kode genetik individu. Redundancy menggambarkan pilihan kegagalan yang terselamatkan dari individu untuk menjamin adaptasi. Kehilangan redundancy memilih apakah melalui trauma, umur, penyakit, atau kondisi lingkungan yang membuat individu sulit mempertahankan hidup.
a.      Lingkungan
Levine memandang setiap individu  memiliki lingkungannya sendiri, baik lingkungan internal maupun eksternal. Perawat dapat menghubungkan lingkungan internal individu dengan aspek fisiologis dan patofisiologis, dan lingkungan eksternal sebagai level persepsi, opersional dan konseptual. Level perseptual melibatkan kemampuan menangkap  dan  menginterpretasikan dunia dengan organ indera. Level operasional terdiri dari segala sesuatu yang mempengaruhi individu secara fisiologis meskipun mereka tidak dapat mempersepsikannya secara langsung, seperti mikroorganisme. Pada konseptual level, lingkungan dibentuk dari pola budaya, dikarakteristikkan dengan keberadaan spiritual, dan ditengahi oleh simbol bahasa, pikiran dan pengalaman.



b.      Respon organisme
Respon organisme adalah kemampuan individu untuk beradaptasi dengan lingkungannya, yang bisa dibagi menjadi  fight atau flight, respon inflamasi, respon terhadap stress, dan kewaspadaan persepsi.
1)      Fight-flight merupakan respon yang paling primitif dimana ancaman yang diterima individu baik nyata maupun tidak, merupakan respon terhadap ketakutan melalui menyerang atau menghindar, hal ini bersifat reaksi yang tiba-tiba. Respon yang disampaikan adalah kewaspadaan untuk mencari informasi untuk rasa aman dan sejahtera.
2)      Respon peradangan atau inflamasi merupakan mekanisme pertahanan untuk melindungi diri dari lingkungan yang merusak, merupakan cara untuk menyembuhkan diri, respon individu adalah menggunakan energi sistemik yang ada dalam dirinya untuk membuang iritan atau patogen yang merugikan, untuk hal ini sangat dibutuhkan kontrol lingkungan.
3)      Respon terhadap stress menghasilkan respon defensif dalam bentuk perubahan yang tidak spesifik pada manusia, perubahan struktural dan kehilangan energi untuk beradaptasi secara bertahap terjadi sampai rasa lelah terjadi, dikarakteristikkan  dengan pengaruh yang menyebabkan pasien atau individu berespon terhadap pelayanan keperawatan.
4)      Kewaspadaan perseptual, respon sensori menghasilkan kesadaran persepsi, informasi dan pengalaman dalam hidup hanya bermanfaat ketika diterima secara utuh oleh individu, semua pertukaran energi terjadi dari individu ke lingkungan dan sebaliknya. Hasilnya adalah aktivitas fisiologi atau tingkah laku. Respon ini sangat tergantung kepada kewaspadaan perseptual individu, hanya terjadi saat individu menghadapi dunia (lingkungan) baru disekitarnya dengan cara mencari dan mengumpulkan informasi dimana hal ini bertujuan untuk mempertahankan keamanan dirinya.



c.       Trophicognosis
Levine merekomendasikan trophicognosis sebagai alternatif untuk diagnosa keperawatan. Ini merupakan metode ilmiah untuk menentukan sebuah penentuan rencana keperawatan.
3. Konservasi
Levine menguraikan model Konservasi sebagai inti atau dasar teorinya. Konservasi menjelaskan suatu sistem yang kompleks yang mampu melanjutkan fungsi ketika terjadi tantangan yang buruk. Dalam pengertian Konservasi juga, bahwa individu mampu untuk berkonfrontasi dan beradaptasi demi mempertahankan keunikan mereka.
http://sainskeperawatan.files.wordpress.com/2011/03/myra-estrin-levines-conservation-model.jpg?w=250&h=300
C.    Aplikasi Pada Proses Keperawatan
Proses Keperawatan Levine dengan menggunakan pemikiran kritis (Tomey, 2006)
Proses
Pembuatan keputusan
Pengkajian
Mengumpulkan  data provokatif melalui wawancara dan observasi dengan menggunakan prinsip konservasi
  1. Konservasi energi
  2. Integritas struktur
  3. Integritas personal
  4. Integritas sosial


Perawat mengobservasi pasien dengan melihat respon organisme teradap penyakit, membaca catatan medis, evaluasi hasil diagnostik dan berdiskusi dengan pasien tentang kebutuhan  akan bantuannya.
Perawat mengkaji pengaruh lingkungan eksternal dan internal pasien dengan prinsip konservasi.
Fakta provokatif  yang perlu dikaji:
1.    Keseimbangan suplai dan kebutuhan energi
2.    Sistem pertahanan tubuh
3.    Harga diri
4.    Kesiapan seseorang dalam berpartisipasi dalam sistem sosial
Keputusan  Trophicognosis
Diagnosa keperawatan menyimpulkan fakta provokatif

Fakta provokatif disusun sedemikian rupa untuk menunjukkan kemungkinan dari kondisi pasien. Sebuah keputusan mengenai bantuan yang dibutuhkan pasien. Keputusan ini disebut trophicognosis.
Hipotesis
Mengarahkan intervensi keperawatan dengan tujuan untuk keutuhan dan promosi adaptasi

Berdasarkan keputusan, perawat memvalidasi masalah pasien, lalu mengemukakan hipotesis tentang masalah dan solusinya. Ini disebut rencana keperawatan.
Intervensi
Uji hipotesis

Perawat menggunakan hipotesis untuk memberi arah dalam melakukan perawatan.
Intervensi dilakukan berdasarkan prinsip konservasi, yaitu konservasi energi, struktur, personal dan sosial.
Pendekatan ini diharapkan mampu mempertahankan keutuhan dan promosi adaptasi.
Evaluasi
Observasi respon organisme terhadap intervensi

Hasil dari uji hipotesa dievaluasi dengan mengkaji respon organisme apakah hipotesis membantu atau tidak.

D.    KETERBATASAN TEORI
Meskipun kelengkapan dan aplikasi teori Levine luas, model ini bukan tanpa batasan. Sebagai contoh model konservasi Levine berfokus pada penyakit yang bertentangan dengan kesehatan; intervensi keperawatan dibatasi hanya untuk mengatasi kondisi tertentu individu. Oleh karena itu, intervensi keperawatan berdasarkan teori Levine adalah berfokus pada saat ini dan jangka pendek, dan tidak mendukung prinsip-prinsip promosi kesehatan dan pencegahan penyakit, meskipun ini adalah komponen penting dari praktek keperawatan saat ini. Dengan demikian, keterbatasan utama adalah fokus pada individu dalam keadaan sakit dan ketergantungan pasien. Selanjutnya, perawat bertanggung jawab untuk menentukan kemampuan pasien untuk berpartisipasi dalam perawatan, dan jika persepsi perawat dan pasien tentang kemampuan pasien untuk berpartisipasi dalam perawatan tidak cocok, ketidakcocokan ini akan menjadi daerah konflik.
Selain itu, ada beberapa keterbatasan ketika keempat prinsip Conservational Model diterapkan:
1.      Konservasi energi Levine bertujuan untuk menghindari penggunaan energi yang berlebihan atau kelelahan. Energi sebaiknya digunakan, bukan membuat pasien manja, ADHD (Attention-Deficit Hyperactivity Disorder) pada anak-anak atau mereka dengan gerakan terbatas seperti klien lumpuh, teori Levine itu tidak berlaku.
2.      Pada konservasi integritas struktural, fokusnya adalah untuk melestarikan struktur anatomi tubuh serta mencegah kerusakan struktur anatomi. Ini juga memiliki keterbatasan. Dalam kasus-kasus dimana struktur anatomis tidak begitu sempurna tapi tanpa diidentifikasi cacat atau masalah seperti dalam operasi plastik, prosedur seperti perangkat tambahan payudara dan liposuctions; integritas struktural seseorang dibicarakan tetapi pilihan pasien mencari kecantikan fisik dan kepuasan psikologis akan dipertimbangkan. Jika tidak demikian, prosedur tidak boleh dipromosikan.
3.      Pada konservasi integritas personal, perawat diharapkan memberikan pengetahuan dan kebutuhan klien serta menghormati klien, dilengkapi dengan privasi, didorong dengan dukungan psikologis. Keterbatasan di sini akan berpusat pada klien yang secara psikologis terganggu dan lumpuh serta tidak bisa memahami dan menyerap pengetahuan, pasien koma, individu atau klien bunuh diri.
4.      Tujuan konservasi integritas sosial adalah untuk melestarikan pengakuan dari interaksi manusia, terutama terhadap klien, orang lain yang berperan terdiri dari sistem dukungannya. Keterbatasan khusus untuk ini adalah ketika klien tidak memiliki orang lain yang berperan seperti ditinggalkan anak-anak, pasien psikiatris yang tidak mampu berinteraksi, klien tidak responsif seperti orang tak sadar, fokus di sini adalah tidak lagi pasien sendiri namun orang-orang yang terlibat dalam perawatan kesehatannya.

Sumber :
Anynomous. Model Keperawatan : Teori Konservasi Levine.
            http://sainskeperawatan.wordpress.com/2010/11/24/model-keperawatan-teori-
konservasi-levine/. Diakses pada tanggal 10 September 2011.














PERAN DAN FUNGSI PERAWAT
Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap kedudukannya dalam sistem ( ZaidinAli , 2002,).

Menurut Gaffar (1995), peran perawat adalah segenap kewenangan yang dimiliki oleh perawat untuk menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan kompetensi yang dimiliki.

Hasil Lokakarya Nasional 1983, dikutip oleh Zaidin Ali, 2002, peran perawat mencakup :
1.      Pelaksana pelayanan keperawatan.
2.      Pengelola pelayanan keperawatan dan institusi pendidikan.
3.      Pendidikan keperawatan.
4.      Penelitian dan pengembangan keperawatan.

1.      Perawat Sebagai Pelaksana (Care Giver)
Sebagai pelaksana, perawat dengan meperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan sehingga dapat ditentukan diagnosis keperawatan agar bias direncakan dan dilaksanakan tindakan yang tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar manusia, kemudian dapat dievaluasi tingkat perkembangannya.Pemberian asuhan keperawatan ini dilakukan dari yang sederhana sampai dengan komplek.
Contoh :
Seorang pasien Nn. S masuk ruang perawatan penyakit bedah pukul 21.00 WIB dengan diagnosa medis Appendicitis Acute. Seorang perawat yang berperan sebagai pelaksana (Care Giver) melakukan proses keperawatan mulai dari pengkajian, analisa data, menetapkan diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan sampai tahap evaluasi. Perawat mengkaji tanda dan gejala : nyeri diperut kanan bawah sudah 1 bulan, nyeri hilang timbul mual, demam. Salah satu diagnosa keperawatan yang ditegakkan adalah nyeri (akut) berhubungan dengan distensi jaringan intestinal. Perawat merencanakan intervensi dan melakukan tindakan antara lain Observasi tanda-tanda vital. Kaji tingkat, karakteristik dan lokasi nyeri. Ajarkan dan anjurkan tekhnik relaxasi. Kolaborasi dengan tenaga medis untuk pemberian analgetik. Setelah melakukan implementasi keperawatan, perawat melaksanakan evaluasi tingkat keberhasilan asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien.

2.      Peran Sebagai Pembela (Client Advocate)
Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluarga dalam menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasiennya, juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian.
Contoh :
Ny. V dirawat di ruangan VIP dengan dyspepsia. Pasien sudah dirawat yang keduakalinya dengan diagnosa yang sama. Setelah dokter visite, pasien dianjurkan untuk endoscopy. Perawat menjelaskan tindakan  tersebut pada pasien dan keluarga, menjelaskan prosedur yang akan dijalani pasien (seperti puasa makan tapi boleh minum air putih ataupun bersama gula atau sirup, minum fleet oral 1 botol dalam 1 gelas air putih) dan meminta persetujuan melalui form persetujuan. Setelah pasien setuju dan menandatangani form, barulah perawat melakukan persiapan dan menghubungi petugas endoskopi untuk jadwal tindakan.



3.      Perawat Sebagai Pendidik (Educator)
Peran ini dilakukan untuk :
a.       Meningkatkan pengetahuan kesehatan dan kemampuan klien dalam mengatasi kesehatannya.
b.      Memberi informasi dan meningkatkan perubahan perilaku klien
Contoh :
Di sebuah Puskesmas, didapati kasus terbanyak adalah Hypertensi. Perawat membantu pasien untuk menurunkan kejadian Hypertensi di daerah tersebut dengan memberikan penyuluhan kesehatan, perawat memberitahu pasien (komunitas) tentang tujuan penkes yang akan dilakukan. Setelah kontrak waktu dan tempat, perawat menanyakan pendapat para pasien tentang Hypertensi, kemudian meluruskan opini tersebut dengan menjelaskan pengertian, tanda gejala, penyebab, komplikasi, pencegahan, pengobatan, dan sebagainya. Perawat menyelingi flash back materi dan menyimpulkannya di akhir pertemuan.

4.      Perawat Sebagai Koordinator (Coordinator)
Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuhan klien.
Tujuan Perawat sebagi Koordinator adalah :
a.       Untuk memenuhi asuhan kesehatan secara efektif, efisien dan menguntungkan klien. 
b.      Pengaturan waktu dan seluruh aktifitas atau penanganan pada klien.
c.       Menggunakan keterampilan perawat untuk : merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan dan mengontrol


Contoh :
Disetiap ruangan perawatan terdapat koordinator. Perawat koordinator mengkoordinir ruangannya, salah satunya disaat meeting ruangan. Koordinator memimpin meeting, lalu membahas kekurangan-kekurangan yang ada di ruangannya dan membahas perbaikan yang akan dilakukan. Kekurangan-kekurangan tersebut berasal dari hasil survey ruangan yang didapat dari kritik dan saran pasien pulang serta opini dari berbagai sub bagian Rumah Sakit maupun tamu. Disana perawat koordinator mengontrol masing-masing TJ yang bertanggung jawab pada tugasnya (selain perawatan langsung pada pasien. Misalnya,  TJ linen : perawat T, TJ GV / ganti verban : perawat Y). Selain itu, perawat koordinator juga leluasa mendengarkan masukan dari CI, PJ Shift, Perawat Pelaksana ataupun staff CS; untuk perbaikan pelayanan pada pasien diruangnnya tersebut.

5.      Peran Sebagai Kolaborator
Perawat bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri dari dokter fisioterapis, ahli gizi, dan lain-lain dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya
Contoh :
Operator sebuah Rumah Sakit menghubungi ruang rawat Ramonda untuk mendaftarkan pasien. Pasien masuk dengan diagnosa medis Dyspepsia. Perawat beserta tim mempersiapkan kamar dan fasilitasnya. Setelah selesai, perawat kembali menghubungi operator untuk mengantar pasien. Pasien diantar oleh perawat IGD. Setelah overran pasien, perawat menghubungi petugas lab (bila ada pemeriksaan labor) dan menanyakan hasil lab pasien, menghubungi petugas gizi untuk diit pasien, dan menghubungi dokter penanggung jawab untuk mengkomunikasikan tindakan apa yang akan dilakukan dan theraphy yang akan diberikan.


6.      Perawat Sebagai Konsultan (Counselor)
Peran disini adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan klien terhadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan.
Contoh :
Nn. O menghadiri sebuah acara keluarga. Disela acara, Nn. O dipanggil oleh beberapa tamu. Ternyata tamu tersebut mengetahui bahwa Nn. O adalah seorang perawat. SAlah satunya bercerita bahwa sudah 3 tahun menikah belum juga punya keturunan. Tamu itu menanyakan harus bagaimana, periksa ke dokter mana dan mengkonsumsi obat apa. Lalu Nn. O menjelaskan bahwa tidak punya anak itu dari berbagai faktor dan menyarankan sitamu untuk periksa ke dokter kandungan bersama suaminya.

7.      Perawat Sebagai Pembaharu
Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan perencanaan, kerja sama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan.
Peran perawat sebagai pembeharu dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya :
a.       Kemajuan teknologi
b.      Perubahan lisensi-regulasi
c.       Meningkatnya peluang pendidikan lanjutan
d.      Meningkatnya berbagai tipe petugas asuhan kesehatan.
Contoh :
Di ruangan Ramonda (VIP/PS) pasien penuh (11 orang) dan hari ini 9 orang direncanakan pulang. Yang dinas pagi ada 4 orang (Koordinator, CI, PJ Shift dan Perawat Pelaksana). Keadaan sangat sibuk meskipun dibantu dengan dinas sore yang sudah datang cepat. Setiap pasien keluar, perawat menjelaskan discharge planning, mengantar pasien sampai loby, dan mengemas linen kotor, mengambil remote TV, menghubungi CS untuk membersihkan kamar pasien. Akhirnya pasien pulang 7 orang, 2 lagi batal. Sekitar jam 8 malam, datang keluarga pasien menanyakan ada tidaknya perawat melihat HP dan arlojinya di laci. Perawat kembali memeriksa kamar diikuti oleh pasien, namun tidak ditemukan apa-apa. Kemudian perawat menghubungi CS untuk menanyakan barang milik pasien. Setelah diperiksa, ternyata barang pasien didapati di dalam gulungan linen kotor. Selain itu, keluarga tersebut juga menyerahkan handuk rumah sakit yang terbawa pulang.
Setelah kejadian ini, koordinator mengumumkan meeting dadakan keesokan harinya. Semua perawat di ruangan itu dikumpulkan. Hasilnya :
a.    dibentuk TJ masing-masing perawat (seperti TJ linen)
b.    kerja sama, baik dengan sesame maupun CS dan petugas lainnya; lebih ditingkatkan dalam kondisi apapun
c.    sebelum pasien meninggalkan kamar, pastikan barang, obat, hasil penunjang pasien tidak ada yang tertinggal; dan fasilitas kamar sesuai dengan kondisi awal
Setelah dilakukan pembaharuan, sampai sekarang sangat jarang ditemui masalah yang sama.

Selain itu, juga ada beberapa peran lainnya, sebagai berikut :

1.      Pemimpin (Leader)
Perawat yang memiliki kepemimpinan juga harus dapat mengkondisikan lingkungan kerja yang kondusif dan dinamis serta merencanakan pengembangan karier perawat yang jelas dengan cara aktif memberikan dukungan untuk pengembangan diri perawat. Seorang pemimpin juga harus dapat memotivasi perawat menjadi pekerja yang ulet, dan mempunyai pandangan ke depan sehingga meningkatkan profesionalisme mereka. Dalam perkembangan sistem kesehatan yang progresif, investasi pada pengembangan kepemimpinan akan memberikan hasil (return) yang signifikan pada pengembangan organisasi yang efektif (Leatt & Porter, 2003).


Contoh :
Tn. J adalah perawat di ruangan Ophyris (ruang rawat anak). Tn. J bisa mengkondisikan psikisnya dalam menghadapi berbagai tekanan dari orang tua anak yang sering komplen tentang kondisi anaknya dan selalu mempersiapkan kondisi fisiknya yang rentan dengan kelelahan karena anak-anak kebanyakan inkooperatif terhadap berbagai tindakan medis lalu membuat orang tua sering merubah keputusan. Selain itu, Tn. J juga antusias terhadap berbagai coatching dan sarana pelatihan-pelatihan yang disediakan pihak rumah sakit.

2.      Contoh (Role Model)
Peran perawat sebagai role model adalah segala perilaku yang ditampilkan perawat semestinya dapat dijadikan panutan, panutan ini digunakan pada semua tingkat pencegahan terutama perilaku hidup bersih dan sehat, menampilkan profesionalisme dalam bekerja.
Contoh :
Nn. N adalah seorang perawat, mempunyai keluarga yang merupakan orang awam dan memiliki banyak kebiasaan buruk, salah satunya : setelah makan malam langsung tidur, makan malampun sering pada pukul 8. Nn. N tetap makan pada jam 6 atau 7 magrib. Sebelum tidur menggosok gigi dahulu. Akhirnya adiknya mengikuti, ibunyapun begitu. Bahkan ayahnya yang terkesan acuh tak acuhpun sudah mulai terbiasa.

3.      Administrator
       Perawat sebagai administrator berfungsi untuk pengaturan dana, tenaga kerja, program perencanaan strategi dan pelayanan, evaluasi pegawai dan pengembangan pegawai (Potter dan Perry, 2005 hal:287)
Contoh :
Bagi beberapa rumah sakit, setiap ruangan sudah memiliki admin masing-masing. Meskipun demikian, perawat di ruangan tetap harus menguasai administrasi, bila admin izin kerja, perawat bisa menginput secara mandiri seperti input pasien pulang, registrasi pasien keluar-masuk, dan sebagainya.
4.      Pembuat Keputusan (Decision Maker)
Peran perawat sebagai pembuat keputusan adalah untuk memberikan perawatan yang efektif, perawat menggunakan keahliannya berpikir kritis melalui proses keperawatan. Sebelum mengambil tindakan keperawatan, baik dalam pengkajian kondisi pasien, pemberian perawatan dan mengevaluasi hasil, perawat menyusun rencana tindakan dengan menetapkan pendekatan terbaik bagi tiap klien. Perawat membuat keputusan itu sendiri atau berkolaborasi dengan klien, keluarga dan berkonsultasi dengan profesi kesehatan yang lainnya (Potter dan Perry, 2005 hal:286)
Contoh :
Tn. H dirawat dengan DHF, trombosit turun naik, sudah dirawat 1 minggu. Sewaktu melakukan vital sign, TD = 90/60 mmHg, S = 36.9


5.      Pelindung (Protector)
Pada peran ini perawat lebih terfokus pada kemampuan perawat melindungi dan menjamin agar hak dan kewajiban klien terlaksana dengan seimbang dalam memperoleh asuhan keperawatan.
Contoh :
Salah satu tamu pasien ada yang meminjam status pasien dengan alas an dia juga seorang dokter, namun perawat menolak dengan halus untuk keamanan pasien.


6.      Manager
Menerapkan keterampilan manajemen dalam keperawatan klien secara menyeluruh. Dalam hal ini perawat mempunyai peran dan tanggung jawab dalam mengelola pelayanan maupun pendidikan keperawatan yang berada di bawah tanggung jawabnya sesuai dengan konsep yaitu :
1.    Tingkat atas / top manajer
2.    Tingkat menengah / middle manajer
3.    Tingkat dasar / Supper pacial manajer
Contoh :
Perawat yang bertugas top manajer turun langsung ke lapangan untuk mengatasi masalah yang tidak bisa diselesaikan oleh middle dan super pacial manajer. Top manajer member teguran pada karyawan yang bermasalah dan mengambil keputusan untuk menindak lanjutinya, seperti : petugas yang makan di jam kerja, sementara customer sedang membutuhkan pelayanan kesehatan.

7.      Rehabilitator
Peran perawat sebagai rehabilitator yaitu mengajar dan melaksanakan keperawatan bila tindakan peningkatan kesehatan, pencegahan, penyembuhan dan pengobatan tidak berhasil.
Perawat mengembangkan fungsi organ/bagian tubuh agar sembuh dan dapat berfungsi normal.

Contoh :
Pada pasien stroke pada tangan sebelah kanan, sebagai perawat kita memotivasi pasien untuk menggunakan tangan kirinya untuk menggerak-gerakkan tangan kanannya.

8.      Comforter
Peran perawat sebagai comforter yaitu berusaha memberi kenyamanan dan rasa aman pada klien.

Contoh :
Nn. P dengan diagnosa medis Pro. Op Exici FAM Bilateral akan dioperasi 1 jam lagi. Nn. P tampak pucat, ekspresi wajah tegang dan tekanan darah 140/80. Perawat melakukan implementasi terhadap kecemasan Nn. P dengan melibatkan keyakinan Nn. P dan orang terdekatnya, mengajarkan dan menganjurkan tekhnik relaxasi dan tindakan- tindakan lainnya sehingga klien merasa aman dan tercipta lingkungan yang kondusif.


9.      Communicator
Menciptakan komunikasi yang efektif baik dengan tim keperawatan maupun dengan tim kesehatan lainnya. Perawat bertindak sebagai mediator antara klien dengan tim kesehatan lainnya. Perawat berperan dalam memberikan penjelasan dengan komunikasi kepada pasien dalam upaya meningkatkan kesehatannya. Sehingga keluhan pasien terhadap kebutuhan fisik, jasmani, emosional dan spiritual dapat segera terpenuhi yang secara langsung akan mempercepat kesembuhan pasien.
Contoh :
Tn. J dirawat dengan chest pain, hari ini sudah di rontgen ulang, fotonya sudah ada, tapi hasilnya belum. Keluarga pasien datang ke nurse station dan langsung menanyakan hasilnya. Perawat D melakukan 3S dan menjawab dengan sopan bahwa hasilnya belum keluar, tapi kalau keluarga mau menunggu, D akan menghubungi dokter bangsal untuk menjelaskannya. Lalu keluarga pasien memutuskan untuk menunggu hasil dari radiologi saja dan bersegera pamit, D kembali melakukan 3S pada pasien.

FUNGSI PERAWAT
1.      Fungsi Independen
Merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang lain, dimana perawat dalam melaksanakan tugasnya dilakukan secara sendiri dengan keputusan sendiri saat melakukan tindakan dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti pemenuhan kebutuhan fisiologis (pemenuhan kebutuhan oksigenasi, pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit, pemenuhan kebutuhan nutrisi, pemenuhan kebutuhan aktivitas, dan lain-lain), pemenuhan kebutuhan keamanan dan kenyamanan, pemenuhan kebutuhan cinta mencintai, pemenuhan kebutuhan harga diri dan aktualisasi diri.
Contoh :
Perawat F hanya sebagai pelaksana di ruangannya. Saat ia membagikan obat, didapati pasien nyeri hebat dan gelisah, sementara keluarga tidak ada yang menunggui. F langsung memasang pinggiran tempat tidur, menenangkan pasien dengan menganjurkan teknik relaxasi, memberikan posisi yang aman dan nyaman bagi pasien, memasang Oksigen 2L dan menghubungi dokter bangsal untuk pemberian analgetik.

2.      Fungsi Dependen
Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatannya atas pesan atau instruksi dari perawat lain. Sehingga sebagai tindakan pelimpahan tugas yang diberikan. Hal ini biasanya dilakukan oleh perawat spesialis kepada perawat umum, atau dari perawat primer ke perawat pelaksana.

Contoh :
Nn. U seorang perawat pelaksana, diminta untuk memasang infus, mengambil darah dan memasang ulang NTT pada pasien dengan Ca. Gaster stage 3 oleh Koordinator ruangannya. Tindakan tersebut didampingi oleh PJ Shift.

3.      Fungsi Interdependen
Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling ketergantungan di antara tim satu dengan lainya fungsi ini dapat terjadi apabila bentuk pelayanan membutuhkan kerjasama tim dalam pemberian pelayanan seperti dalam memberikan asuhan keperawatan pada penderita yang mempunyai penyakit kompleks. Keadaan ini tidak dapat diatasi dengan tim perawat saja melainkan juga dari dokter ataupun lainya, seperti dokter dalam memberikan tanda pengobatan bekerjasama dengan perawat dalam pemantauan reaksi obat yang telah di berikan.
Contoh :
Tim Code Blue di sebuah rumah sakit sebagai tim dalam keadaan emergency untuk melakukan tindakan penyelamatan jiwa terhadap pasien yang sedang terancam jiwanya karena sebab-sebab tertentu. Terdiri dari 1 perawat ICU, 1 perawat UGD dan dokter jaga yang sudah terjadwal.
Sumber
Arie. Peran dan Fungsi Perawat di Rumah Sakit.
         http://www.scribd.com/doc/31063531/Peran-Dan-Fungsi-Perawat. Diakses pada tanggal 14 September 2011
Anonymous.http://www.google.co.id/search?client=opera&rls=en&q=peran+dan+fungsi+perawat+generalis&sourceid=opera&ie=utf-8&oe=utf-8&channel=suggest. Diakses pada tanggal 12 September 2011.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar