Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Pendahuluan
Batuk darah, hemoptoe atau hemoptisis (haemoptysis) berasal dari bahasa Yunani haima (darah) dan physis (air ludah). Jadi hemoptisis adalah ekspektorasi darah atau dahak bercampur darah akibat perdarahan saluran napas di bawah glottis. Pada abad ke 17 batuk darah dianggap sebagai gejala penyakit “ Blak Death” atau penyakit akibat sihir, pada abad ke 19 dan awal abad ke 20 batuk darah sering dihubungan dengan penyakit tuberkulosis (TB), namun selanjutnya dari data pasien yang dirawat di sanatorium, ternyata sepertiga pasien yang menderita batuk darah bukan penderita TB.
Batuk darah merupakan gejala yang sering kali menyebabkan pasien dan keluarga berusaha mencari pertolongan medis. Penderita yang mengalami batuk darah memerlukan pertolongan segera dan mendapatkan pengawasan medis karena sewaktu-sewaktu batuk darah dapat mengalami perdarahan masif yang berakibat fatal terhadap penderita.
Batuk darah masif adalah merupakan keadaan gawat darurat dalam bidang kedokteran yang dapat mengancam jiwa akibat sumbatan jalan napas oleh bekuan darah, hipovolemia karena perdarahan yang banyak serta penyebaran penyakit ke paru yang sehat. Oleh karena itu etiologi batuk darah harus dicari melalui pemeriksaan yang seksama. Penyebab batuk darah di negara berkembang masih didominasi oleh penyakit infeksi seperti tuberkulosis, bronkiektasis, pneumonia, bronkitis akut dan kronik serta mikosis paru. Akibat kebiasan merokok, terutama dinegara berkembang memberikan gambaran cukup tinggi sehingga pola penyakit cedrung berubah, dimana penyakit bronkitis dan kanker paru menjadi lebih meningkat, dengan demikian kejadian keganasan pada paru juga cendrung meningkat demikian juga batuk darah yang diakibatkan oleh proses keganasan juga makin sering dijumpai.
Penanganan batuk darah pada prinsifnya adalah menjaga jalan napas agar tidak terjadi aspiksia, menghentikan perdarahan dan penatalaksanaan etiologi yang mendasari terjadinya batuk darah. Pada kesempatan ini akan dibahas tentang etologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan batuk darah.
Anatomi dan suplai darah Paru
Sistem vaskularisasi paru barasal dari sistem sirkulasi pulmoner dan sistem sirkulasi bronkial. Sistem sirkulasi pulmoner berfungsi untuk perturan gas. Arteri pulmonalis membawa darah dari ventrikel kanan menuju pembuluh darah kapiler paru dan melalui vena pulmonalis darah kembali ke atrium kiri. Sistem sirkulasi pulmoner mempunyai tekanan yang rendah berkisar 15 – 20 mmHg pada saat sitolik dan 5-10 mmHg pada saat diatolik. Arteri pulmoner berjalan sepanjang bronkus dan hanya memperdarahi bronkiolus terminalis serta selanjutnya bercabang–cabang ke alveolus membentuk pembuluh darah kapiler paru yang berfungsi dalam pertukaran gas.

Gambar 1. Sistem sirkulasi pulmoner
Sirkulasi bronkial berfungsi sebagai pemberi nutrisi pada paru dan saluran pernapasan. Besarnya tekanan pembuluh darah pada sirkulasi bronkial sesuai dengan tekanan darah sistemik. Variasi sirkulasi bronkial antar individu sangat beragam seperti terlihat pada gambar 2.

Gambar 2. Variasi sistem sirkulasi bronkial.
Sumber perdarahan pada batuk darah dapat berasal dari kedua sistem sirkulasi tersebut. Kematian akibat batuk darah masif umumnya akibat aspiksia dan kehilangan darah sehingga terjadi syok. Sistem sirkulasi bronkial memegang peranan penting dalam patofisiologi batuk darah, karena sirkulasi tersebut memperdarahi sebagian besar jalanan napas dan tekanannya sesuai dengan pembuluh darah sistemik sehingga perdarahan yang berasal dari sirkulasi bronkial cendrung terjadi perdarahan hebat. Sumber perdarahan pada batuk darah masif umumnya berasal dari sirkulasi bronkial ( 90%) dan dari sirkulasi pulmoner sekitar 5 %. Pada keadaan tertentu kedua sistem sirkulasi ini dapat membentuk anastomose. Selain itu pada keadaan dimana ditemukan kelainan pleura dan parenkim paru dapat juga dijumpai pembuluh darah kolateral yang berasal dari sistem non bronkial.
Etiologi
Keadaan atau penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya batuk darah sangat beragam. Oleh karena itu perlu penegakan diagnosis yang tepat melalui anamnesis, pemeriksaan fisis serta berbagai pemeriksaan penunjang yang teliti agar penatalaksanaannya tepat. Batuk darah dapat disebabkan oleh berbagai kelainan, secara umum penyebab batuk darah dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Kelainan hemostasis sistemik
· Terapi antikoagulan
· Disseminate intravasculaer coagulation
· Trombositopenia
2. Penyakit saluran napas
· Adenoma bronkus
· Aspirasi benda asing
· Bronkiektasis
· Bronkogenik karsinoma
· Bronkiolitiasis
· Bronchitis kronik
· Kistik fibrosis
· Metastasis endobronkial
· TB endobronkial
· Trakeobronkitis akut
· Trauma trakeobronkial
3. Penyakit parenkim paru
· Aspergiloma
· Pneumonitia lupus akut
· Pneumonia bakterialis
· Pneumonia fungus
· Sindroma gudpastur
· Idiopatic pulmonary hemosiderosis
· Abses paru
· Kontusio paru
· Metastatic kanker
· TB paru
· Pneumonia virus
· Granulomatosis wagener’s
4. Kelainan vaskuler
· Aneurisma aorta
· Gagal jantung kongestif
· Mitral stenosis
· Pulmonary arteriovenous malformation
· Emboli paru
· Schistosomiasis
Berbagai penyebab batuk darah berdasarkan kekerapanya dapat dilihat pada tabel dibawah ini;
Tabel 1. Berbagai penyebab batuk darah
Sering (≥ 5 % )
| |
Jarang ( 1-4%)
| |
Sangat jarang ( ≤ 1 %)
|
Patogenesis batuk darah
Pada prinsifnya patogenesis batuk darah pada berbagai penyebab batuk darah hampir sama, yaitu apabila terjadi penyakit pada parenkim paru, sistem sirkulasi bronkial dan pulmoner, maupun pleura dapat terjadi perdarahan yang berasal dari kedua sistem sirkulasi tersebut. Untuk jelasnya patogenesis batuk darah dari berbagai penyakit atau kelainan dapat dilihat sebagai berikut;
Tuberkulosis paru
Terjadinya batuk darah pada tuberkulosis paru dapat dijumpai pada pasien yang menderita infeksi TB paru aktif maupun pada pasien yang sudah sembuh atau yang dikenal dengan bekas penderita TB paru. Perobahan yang terjadi pada paru penderita TB paru akibat penyakitnya adalah rusaknya susunan parenkim paru dan pembuluh darah paru sehingga terjadi bronkiektasis dengan hipervaskularisasi, pelebaran pembuluh darah bronkhial, dan terbentuknya anastomosis pembuluh darah bronkhial dan pulmoner.

Gambar 3. Anatomose sistem pulmoner dan sistem bronkial (Am Rev Respir Dis 1987; 135:463-81 )
Penyakit TB dapat juga menyebabkan terbentuknya kaviti dan terjadinya pneumonitis TB akut yang dapat menyebabkan uleserasi bronkus disertai nekrosis pembuluh darah sekitarnya dan alveoli bagian distal. Pecahnya pembuluh darah tersebut mengakibatkan ekspektorasi darah dalam dahak ataupun batuk darah masif.
Pecahnya aneurisma Rasmussen telah diketahui sebagai penyebab batuk darah masif pada penderita TB paru ataupun pada bekas penderita TB. Kematian akibat batuk darah pada penderita TB berkisar antara 6-7 %. Dari hasil pemeriksaan aoutopsi pada penderita tersebut ditemukan rupturnya aneurisma arteri pulmoner.
Batuk darah masif juga dapat terjadi pada bekas penderita TB, hal ini terjadi akibat erosi lesi kalsifikasi pada arteri bronkial.
Bronkiektasis
Bronkiektasis terjadi akibat destruksi tulang rawan pada dinding bronkus akibat infeksi ataupun penarikan oleh fibrosis alveolar. Perobahan juga terjadi pada pembuluh darah ateri bronkial yang mengalami hipertrofi, peningkatan jumlah jaringan vascular (vascular bed). Perdarahan dapat terjadi akibat pecahnya pembuluh darah arteri bronkial karena proses infeksi atau peradangan. Batuk darah masif dapat terjadi karena arteri bronkial mempunyai terkanan yang sama dengan tekanan darah sistemik.
Neoplasma
Batuk darah yang terjadi pada penderita neoplasma dapat terjadi akibat proses nekrosis dan peradangan pembuluh darah pada jaringan tumor. Proses invasi tumor pada pembuluh darah pulmoner jarang terjadi. Kejadian batuk darah pada penderita karsinoma bronkogenik berkisar 7-10 %.
Batuk darah pada penderita kanker metastasis ke paru dapat terjadi akibat penyebaran sel tumor ke trekobronkial. Demikian juga tumor mediastinum, terutama tumor oesopagus juga dapat menimbulkan batuk darah apabila terjadi penyebaran tumor ke percabangan trakeobronkial.
Infeksi jamur
Batuk darah pada infeksi jamur paru sering dihubungkan dengan adanya misetoma (fungus ball) seperti terdapat pada kasus aspergilloma. Kejadian batuk darah pada misetoma berkisar 50-90 % dari penderita misetoma. Fungus ball merupakan misetoma yang terbentuk pada penderita penyakit paru berkavitas seperti TB paru, sarkoidosis, cavitary lung carcinoma, emfisema bulosa, bronkiektasis.
Terjadinya batuk darah pada pasien aspergilloma adalah akibat trauma mekanis karena pergerakan fungus ball di dalam kavitas, jejas endotoksin aspergillus, dan kerusakkan vaskuler akibat reaksi hipersensitiviti tipe III. Selain itu batuk darah juga dapat terjadi akibat angioinvasi oleh elemen jamur pada parenkim paru dan struktur pembuluh darah sehingga dapat menyebabkan infark paru dan perdarahan, namun kejadiannya sangat jarang.
Abses paru
Batuk darah pada abses paru terjadi akibat terjadinya nekrosis pada parenkim paru dan pemburuh darah paru. Kejadian batuk darah pada abses paru skitar 11-15 % penderita abses paru, 20-50 % diantara yang mengalami batuk darah tersebut dapat mengalami batuk darah masif.
Stenosis mitral
Pada penderita stenosis mitral dapat terjadi akibat peningkatanan tekanan atrium kiri yang menyebabkan terjadinya dilatasi dari pleksus submukosa vena bronkial untuk menampung peningkatan aliran vena. Varises pembuluh darah dapat mengalami ruptur apabila terpajan oleh infeksi saluran napas atas, batuk, atau peningkatan volume intravaskuler seperti pada kehamilan.
Kistik fibrosis
Penyebab batuk darah pada penderita kistik fibrosis dapat disebabkan oleh banyak faktor. Umumnya perdarahan yang terjadi berasal dari percabangan arteri bronkial. Sistem arteri bronkial mengalami hipervaskularisasi dan anastomosis bronkopulmoner, ditambah lagi adanya hipertensi pulmonal menyebabkan tingginya insiden batuk darah pada penderita kistik fibrosis.
Diagnosis
Perdarahan melalui saluran napas dapat berasal dari saluran napas atas ( epistaksis), saluran napas bawah ( hemoptisi) dan saluran pencernaaan( hematemesis). Langkah awal dalam menentukan diagnosis adalah menentukan asal dari perdarahan yang ada. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang seksama sangat menentukan dalam menentukan sumber perdarahan apakah dari saluran napas atas, saluran napas bawah atau dari saluran cerna. Dibawah ini diterangkan bagai mana membedakan antara hematemesis dengan hempotisis
Tabel 2. Perbedaan hemoptisis dengan hematemesis
Keadaan | Hemoptisis | Hematemesis |
· Prodromal · Onset · Penampilan darah · Warna · Isi · Reaksi · Riwayat Penyakit Dahulu · Anemi · Kadang- (-)Guaiac test (-) kadangSelalu | · Rasa tidak enak di tenggorokan, ingin batuk · Darah dibatukkan, dapat disertai batuk · Merah Berbuih · Merah terang · Lekosit, mikroorganisme, makrofag, hemosiderin · Alkalis (pH tinggi) · Menderita kelainan paru · Kadang kadang · TinjaWarna tinja normalGuaiac test | · Mual, stomach distress · Darah dimuntahkan dapat disertai batuk · Tidak berbuih · Merah tua · Sisa makanan · Asam (pH rendah) · Gangguan lambung, kelainan hepar · selalu · Tinja bisa berwarna hitam, |
Batuk darah yang yang mengancam jiwa disebut juga batuk darah masif. Definisi batuk darah masif berbeda-beda pada berbagai senter, kebanyakan memakai patokan berdasarkan laju perdarahan > 600 ml / 24 jam. Kriteria batuk darah masif yang dipakai di bagian Pulmonologi Fakultas Kedokteran Unand/ RS Dr M Djamil Padang sama seperti yang digunakan di Rumah Sakit Persahabatan, yaitu menggunakan kriteria Busroh (1978). Dikatan batuk darah masif adalah:
1. Apabila pasien mengalami batuk darah lebih dari 600 cc / 24 jam dan dalam pengamatannya perdarahan tidak berhenti.
2. Apabila pasien mengalami batuk darah kurang dari 600 cc / 24 jam tetapi lebih dari 250 cc / 24 jam jam dengan kadar Hb kurang dari 10 gr%, sedangkan batuk darahnya masih terus berlangsung.
3. Apabila pasien mengalami batuk darah kurang dari 600 cc / 24 jam tetapi lebih dari 250 cc / 24 jam dengan kadar Hb kurang dari 10 gr%, tetapi selama pengamatan 48 jam yang disertai dengan perawatan konservatif batuk darah tersebut tidak berhenti.
Pemeriksaan fisis
Pemeriksaan fisis dilakukan untuk menentukan asal perdarahan. Pemeriksaan saluran napas atas harus dilakukan dengan teliti untuk menyingkirkan kemungkinan sumber perdarahan dari saluran napas atas. Pemeriksaan laringoskopi lansung dapat melihat apakah ada kelainan di sekitar faring. Terdengarnya suara stridor memberikan petunjuk kemungkinan ada tumor atau benda asing di daerah trakeolaring.
Terdapatnya clubing finger (jari tabuh) atau dijumpainya ekspektorasi yang supuratif memberikan petunjuk kemungkinan ada kelainan di dalam rongga torak. Dari pemeriksaan fisik paru ditemukannya kelainan paru dapat memberikan petunjuk kemungkinan asal perdarahan dari paru.
Pemeriksaan penunjang
· Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum yang dapat dilakukanan adalah, pemeriksaan pewarnaan gram, pemeriksaan BTA langsung, pemeriksaan biakan terhadap kuman banal, bakteri tahan asam ataupun jamur, dan pemeriksan sitologi sputum. Semua pemeriksaan tersebut dilakukan atas indikasi. Pemeriksaan sitologi sputum dapat dianjurkan pada penderita yang dianggap mempunyai resiko untuk terjadinya keganasan paru seperti laki-laki, berusia > 40 tahun dan perokok.
· Pemeriksaan laboratorium klinis
Pemeriksaan darah tepi lengkap, analisi gas darah, elektrolit, fungsi ginjal, fungsi hati untuk mengetahui kondisi pasien dan menganalisi kemungkina penyebab batuk darahnya. Pemeriksaan faal homeostasis bila ada kecurigaan gangguan pembekuan darah atau kelainan hematologi.
· Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan radiologis penting dilakukan untuk mengetahui penyebab perdarahan terutama untuk melihat kelainan parenkim paru. Pemeriksaan plan Foto torak dalat melihat kelinna paru berupa kaviti, tumor, infiltrate atau atelektasis. Adanya perdarahan intra alveolar dapat memberikan gambaran fola infiltrat retikulonedular. Dnamun demikian dapat juga ditemukan gambaran foto torak yang normal pada penderita batuk darah.
Pemeriksaan CT scan torak dapat memberiksan gambaran yang lebih informatif dibandingkan foto torak, seperti gambaran bronkiektasis dan tumor paru ukuran kecil dapat terlihat lebih jelas.
· Bronkoskopi
Pemeriksaan bronkoskopi dilakukan sebagi prosedur diagnostik untuk melihat penyebab batuk darah dan dapat pula sebagai tidakkan terapeutik. Alat bronkoskopi yang digunakan dapat berupa bronkoskopi kaku atau bronkoskopi serat optik.
· Angiografi
Pemeriksaan angiografi pulmoner dan bronkial dilakukan apabila dengan pemeriksaan lain tidak bisa menentukan penyeba atau asal dari perdarahan. Angiografi selain untuk tujuan diagnostik dapat juga dilakukan untuk terautik seperti pada terapi embolisasi.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan batuk darah dibedahan atas jenis batuk darah masif atau tidak masif.
Penatalaksanaan batuk darah non masif
Penyebab batuk darah non masif terutama terjadi akibat bronkitis, resiko pasien ringan dari gambaran radiologi tampak normal. Penatalaksanaanya dapat berupa menitoring saluran napas dan sirkulasi, pengobatan terhadap penyebab seperti pemberian antibiotika pada proses infeksi. Apabila perdarahan berlangsung terus dan tidak jelas penebabnya pasien dianjurkan untuk evalusi lebih lanjut oleh dokter paru.
Penatalaksanaan batuk darah masif
Prinsif penatalaksanaan batuk darah masif ada beberapa langkah yaitu;
- Bebaskan jalan napas dan stabilisasi penderita
- Tentukan sumber perdarahan
- Memberikan terapi spesifik b
Bebaskan jalan napas dan menstabilkan penderita
Pada langkah pertama ini merupakan tindakan konservatif dalam penangan batuk darah. Pada tahap ini yang perlu dilakukakan adalah, bebaskan jalan napas supaya tidak terjadi aspirasi, selanjutnya pemberian suplemen oksigen untuk menjaga oksigenasi, resusitasi cairan, koreksi kelaian pembekuan darah. Pemberian obat antitusif ringan, laksansia dan sedatif ringan.
· Menjaga jalan napas tetap terbuka dengan melakukan penghisapan apabila terdapat tanda sumbatan jalan napas. Pengisapan dengan bronkoskopi akan lebih baik tetapi memerlukan keterampilan khusus.
· Pemberian oksigen akan lebih menolong, kecuali adanya sumbatan jalan napas. Hipoksemia yang mengalami perburukan merupakan tanda bahwa perdarahan menggangu pertukaran gas dan harus diberikan suplemen oksigen.
· Mengistirahatkan dan menenangkan pasien akan memudahkan penghentian perdarahan. Hal ini perlu diperhatikan dan perlu diingatkan kepada pasien agar jangan menahan batuk apabila terasa darah menyumbat saluran napas.
· Pengaturan posisi penderita sewaktu terjadi batuk darah tergantung pada keadaan penderita. Pada penderita dengan keadaan umum yang baik, reflek batuk baik, penderita dapat disuruh duduk. Apabila penderita dengan keadaan umum berat dan reflek batuk kurang baik, maka posisi penderita sebaiknya trendelenberg ringan dan miring ke posisi yang sakit untuk mencegah terjadinya aspirasi darah ke paru yang lainnya.
· Apabila batuk berlebihan yang dapat mencetuskan perdarahan lebih lanjut dapat diberikan obat antitusif ringan. Hindari pemakaian obat yang menekan reflek batuk seperti codein dan morfin. Pemberian sedasi ringan untuk mengurangi kegelisahan dan pasien disuruh tirah baring. Laksansia diberikan untuk menghindarai pasien mengedan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar