
KATA PENGANTAR
Puji
syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wata΄ala, karena berkat
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul etika keperawatan.
Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas
mata kuliah Etika hukum.
Kami
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya, oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah
ini.
Semoga
makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk
pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Padang, Oktober 2011
Penyusun
DAFTAR
ISI
Halaman
Kata
Pengantar………………………………………………………………… i
Daftar
Isi……………………………………………………………………..... ii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang………………………………………………… 1
1.2 Tujuan…………………………………………………………. 1
BAB
II TINJAUAN KONSEP
2.1 Konsep
Etik………………………………………………….... 2
2.2 Konsep
Profesional……………………………………………. 2
2.3 Konsep
Hak-Hak Pasien………………………………………. 5
2.4 Konsep
Pengambilan Keputusan………………………………
6
2.5 Konsep
Hukum………………………………………………... 7
BAB
III TINJAUAN KASUS……………………………………………… 9
BAB
IV PEMBAHASAN
4.1 Diskusi
I………………………………………………………. 10
4.2 Diskusi
II……………………………………………………… 12
BAB
V KESIMPULAN…………………………………………………… 15
Daftar
Pustaka
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Etik adalah suatu ilmu
yang mempelajari tentang apa yang baik dan buruk secara moral. Etika merupakan
ilmu tentang kesusilaan yg menentukan bagaimana sepatutnya manusia hidup di
dalam masyarakat yang menyangkut
aturan-aturan atau prinsip-prinsip yang menentukan tingkah laku yang benar, yaitu baik & buruk serta kewajiban
& tanggung jawab. Etik selalu merujuk pada standar moral terutama yang berkaitan dengan
kelompok, seperti dokter & perawat. Moral adalah perilaku yng diharapkan
oleh masyarakat yang merupakan “standar perilaku” dan “nilai-nilai” yang harus
diperhatikan bila seseorang menjadi anggota masyarakat dimana ia tinggal.
Perawat sebagai petugas kesehatan
sering berhadapan dengan masalah etik yang berhubungan dengan hukum. Sering
masalah dapat diselesaikan dengan hukum, tetapi belum tentu dapat diselesaikan
berdasarkan prinsip-prinsip dan nilai-nilai etik. Banyak hal yang bisa membawa
seorang perawat berhadapan dengan masalah etik.
1.2 Tujuan
Berdasarkan
uraian diatas, penulis ingin mencoba untuk menjelaskan tentang teori-teori etik
sehingga pembaca mengetahui apa saja yang termasuk cakupan dari etika dan hukum
keperawatan.
BAB II
TINJAUAN KONSEP
2.1 Konsep
Etik
Etik atau ethics berasal dari kata yunani, yaitu etos
yang artinya adat, kebiasaaan, perilaku, atau karakter. Sedangkan menurut kamus
Webster, “etik adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang apa yang baik dan
buruk secara moral’. Sementara etika adalah ilmu tentang kesusilaan yang
menentukan bagaimana sepatutnya manusia hidup di dalam masyarakat yang
menyangkut aturan-aturan atau prinsip-prinsip yang menentukan tingkah laku yang
benar, yaitu baik dan buruk serta kewajiban dan tanggung jawab (Ismani,2001).
Etik mempunyai arti dalam penggunaan umum. Pertama, etik
mengacu pada metode penyelidikan yang membantu orang memahami moralitas
perilaku manusia, yaitu : etik adalah studi moralitas. Ketika digunakan dalam
acara ini, etik adalah suatu aktifitas; etik adalah cara memandang atau
menyelidiki isu tertentu mengenai perilaku manusia. Kedua, etik mengacu pada
praktek, keyakinan, dan standar perilaku kelompok tertentu (misalnya : etik
dokter, etik perawat).
Etika berbagai profesi digariskan dalam kode etik yang
bersumber dari martabat dan hak manusia (yang memiliki sikap menerima) dan
kepercayaan dari profesi.
2.2 Konsep
Profesional
Menurut
artikel dalam International Encyclopedia of Education, ada 10 ciri khas
suatu profesi, yaitu:
- Suatu
bidang pekerjaan yang terorganisir dari jenis intelektual yang terus
berkembang dan diperluas
- Suatu
teknik intelektual
- Penerapan praktis dari teknik intelektual pada
urusan praktis
- Suatu periode panjang untuk pelatihan dan
sertifikasi
- Beberapa standar dan pernyataan tentang etika yang
dapat diselenggarakan
- Kemampuan untuk kepemimpinan pada profesi sendiri
- Asosiasi dari anggota profesi yang menjadi suatu
kelompok yang erat dengan kualitas komunikasi yang tinggi antar anggotanya
- Pengakuan sebagai profesi
- Perhatian yang profesional terhadap penggunaan yang
bertanggung jawab dari pekerjaan profesi
- Hubungan yang erat dengan profesi lain
Tujuan Kode Etika Profesi
Prinsip-prinsip umum yang dirumuskan dalam suatu profesi
akan berbeda satu dengan yang lainnya. Hal ini disebabkan perbedaan adat,
kebiasaan, kebudayaan, dan peranan tenaga ahli profesi yang didefinisikan dalam
suatu negara tidak sama.
Adapun yang menjadi tujuan pokok dari rumusan etika yang
dituangkan dalam kode etik (Code of conduct) profesi adalah:
- Standar-standar etika menjelaskan dan menetapkan
tanggung jawab terhadap klien, institusi, dan masyarakat pada umumnya
- Standar-standar etika membantu tenaga ahli profesi
dalam menentukan apa yang harus mereka perbuat kalau mereka menghadapi
dilema-dilema etika dalam pekerjaan
- Standar-standar etika membiarkan profesi menjaga
reputasi atau nama dan fungsi-fungsi profesi dalam masyarakat melawan kelakuan-kelakuan
yang jahat dari anggota-anggota tertentu
- Standar-standar etika mencerminkan / membayangkan
pengharapan moral-moral dari komunitas, dengan demikian standar-standar
etika menjamin bahwa para anggota profesi akan menaati kitab UU etika (kode
etik) profesi dalam pelayanannya
- Standar-standar etika merupakan dasar untuk menjaga
kelakuan dan integritas atau kejujuran dari tenaga ahli profesi
- Perlu diketahui bahwa kode etik profesi adalah tidak
sama dengan hukum (atau undang-undang). Seorang ahli profesi yang
melanggar kode etik profesi akan menerima sangsi atau denda dari induk
organisasi profesinya.
Prinsip Etik
Keperawatan
1) Keluarga
adalah unit utama dalam pelayanan kesehatan masyarakat
2) Empat
tingkat sasaran dalam pelayanan perawat kesehatan masyarakat yaitu: individu, keluarga,
kelompok dalam hal ini kelompok khasus dan masyarakat.
3) Perawat
kesehatan masyarakat dalam bekerja selalu mengikut sertakan partisipasi
masyarakat dalam menanggulangi masalah kesehatan mereka sendiri.
4) Pelayanan kesehatan dan keperawatan yang diberikan
lebih menekankan pada upaya promotif san preventif dengan tidak melupakan upaya
kuratif dan rehabilitatif.
5) Dasar
utama pelayanan kesehatan masyarakat adalah menggunakan pendekatan pemecahan
masalah yang dituangkan dalam proses keperawatan.
6) Kegiatan
utama perawat kesehatan masyarakat dimasyarakat dan dipasiennya adalah
masyarakat secara keseluruhan baik yang sehat maupun yang sakit.
7) Tujuan
perawat adalah meningkatkan fungsi kehidupan
sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
8) Penekanan
pada upaya pembinaan perilaku sehat masyarakat.
9) Bekerja
secara team bukan individu.
10) Selalu
melakukan kegiatan peningkatan kesehatan, pemecahan penyakit, melayani
masyarakat yang sehat dan sakit, penduduk yang sakit dan tidak berobat
kepuskesmas dan pasien yang baru kembali dari rumah sakit.
11) Home
visit sangat diperlukan dalam melakukan mengatsi masalah kesehatan atau
perawatan pada pasien.
12) Pendidikan
kesehatan merupakan kegiatan utama.
13) Pelaksanaan kesehatan
masyarakat mengacu pada sistem
pelayanan kesehatan yang ada.
14) Pelaksanan
asuhan keperawatan kesehatan masyarakat
dilakukan dipuskesmas panti, sekolah, keluarga sebagai unit pelayanan.
2.3 Konsep
Hak-hak Pasien
Hak adalah tuntutan seseorang terhadap sesuatu yang
merupakan kebutuhan pribadinya sesuai dengan keadilan, moralitas dan legalitas.
Setiap manusia mempunyai hak asasi untuk berbuat, menyatakan pendapat,
memberikan sesuatu kepada orang lain dan menerima sesuatu dari orang lain atau
lembaga tertentu. Hak tersebut dapat dimiliki oleh setiap orang. Dalam menuntut
suatu hak, tanggung jawab moral sangat diperlukan agar dapat terjalin suatu
ikatan yang merupakan kontrak sosial, baik tersurat maupun yang tersirat, sehingga
segala sesuatu dapat memberikan dampak positif.
Beberapa
hak pasien yang dibahas disini adalah :
1. Hak memberikan consent (persetujuan)
Consent
mengandung arti suatu tindakan atau aksi beralasan yang diberikan tanpa paksaan
oleh seseorang yang memiliki pengetahuan yang cukup tentang keputusan yang ia
berikan, dimana secara hukum orang tersebut mampu memberikan consent. Consent
diterapkan pada prinsip bahwa setiap manusia dewasa mempunyai hak untuk
menentukan apa yang harus dilakukan terhadapnya. Kriteria consent yang
sah :
a. Tertulis
b. Ditandatangani oleh pasien atau orang yang bertanggung
jawab terhadapnya
c. Hanya ada salah satu prosedur yang tepat dilakukan
d. Memenuhi beberapa elemen penting : penjelasan kondisi,
prosedur dan konsekuensinya, penanganan atau
prosedur alternatif, manfaat yang
diharapkan, Tawaran diberikan oleh pasien dewasa yang secara fisik dan mental
mampu membuat keputusan
2. Hak untuk memilih mati
Keputusan tentang kematian dibuat berdasarkan standar medis
oleh dokter, salah satu kriteria kematian adalah mati otak atau brain death.
Hak untuk memilih mati sering bertolak belakang dengan hak untuk tetap
mempertahankan hidup.
Permasalahan muncul pada saat pasien dalam keadaan kritis
dan tidak mampu membuat keputusan sendiri tentang hidup dan matinya, misal
dalam keadaan koma. Dalam situasi ini pasien hanya mampu mempertahankan hidup
jika dibantu dengan pemasangan peralatan mekanik.
3. Hak perlindungan bagi orang yang tidak berdaya
Yang dimaksudkan dengan golongan orang yang tidak berdaya
disini adalah orang dengan gangguan mental dan anak-anak dibawah umur serta
remaja dimana secara hukum mereka tidak dapat membuat keputusan tentang
nasibnya sendiri, serta golongan usia lanjut yang sudah mengalami gangguan pola
berpikir maupun kelemahan fisik.
4. Hak pasien dalam penelitian
Penelitian sering dilakukan dengan melibatkan pasien.
Setiap penelitian misalnya penggunaan obat atau cara penanganan baru yang
melibatkan pasien harus memperhatikan aspek hak pasien. Sebelum pasien
terlibat, kepada mereka harus diberikan informasi secara jelas tentang
percobaan yang dilakukan, bahaya yang timbul dan kebebasan pasien untuk menolak
atau menerima untuk berpartisipasi. Apabila perawat berpartisipasi dalam
penelitian yang melibatkan pasien, maka perawat harus yakin bahwa hak pasien
tidak dilanggar baik secara etik maupun hukum. Untuk itu perawat harus memahami
hak-hak pasien : membuat keputusan sendiri untuk berpartisipasi, mendapat
informasi yang lengkap, menghentikan partisipasi tanpa sangsi, mendapat
privasi, bebas dari bahaya atau resiko cidera, percakapan tentang sumber-sumber
pribadi dan hak terhindar dari pelayanan orang yang tidak kompeten.
2.4 Konsep Pengambilan Keputusan
Berikut teori-teori etik keperawatan
yang berhubungan dengan pengambilan keputusan :
1) Teleology
Teleology adalah suatu doktrin yang
menjelaskan fenomena dan akibatnya, dimana seseorang yang melakukan dan
keputusan-keputusan etis. Secara singkat, pendekatan tersebut mengemukakan
tentang hal-hal yang berkaitan dengan the end justfies the means (pada
akhirnya, membenarkan secara hukum tindakan atau keputusan yang diambil untuk
kepentingan medis).
Contoh
:
Dalam dituasi dan kondisi
dimana seseorang pasien harus segera dioperasi, sedangkan tidak ada ahli bedah
yang berpengalaman dalam bidang tersebut, dokter ahli bedah yang belum
berpengalaman sekalipun tetap dibenarkan untuk melakukan tindakan pembedahan sesuai
dengan pengetahuan yang dimilikinya. Hal ini dilakukan demi keselamatan pasien.
Seseorang perawat yang harus menghadapi kasus kebidanan
karena tidak ada bidan dan jarak untuk rujuk terlalu jauh, dapat memberikan
pertolongan sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya demi
keselamatan pasien.
2) Deontologik
Deontologik merupakan suatu teori
atau studi tentang kewajiban moral. Simplikasi
dari pendekatan deontoligik adalah mortalitas dari suatu keputusan etis yang sepenuhnya terpisah dari
konsekuensinya.
Contoh:
Seorang
perawat yang berkeyakinan bahwa menyampaikan sesuatu kebenaran merupakan hal
yang sangat penting dan tetap harus disampaikan, tanpa peduli apakah hal
tersebut mengakibatkan orang lain tersinggung atau bahkan syok.
2.5 Konsep
Hukum
Beberapa istilah
tentang Hukum adalah sebagai berikut.
1)
Legislasi (Lieberman, 1970)
Ketetapan hukum yang mengatur hak dan
kewajiban seseorang yang berhubungan erat dengan tindakan.
2)
Lisensi
Pemberian izin praktek sebelum
diperkenankan melakukan pekerjaan yang telah diterapkan. Tujuannya untuk
membatasi pemberian wewenang dan untuk meyakinkan klien.
3)
Deontologi/Tugas
Keputusan yang diambil berdasarkan
keserikatan/berhubungan dengan tugas. Dalam pengambilan keputusan, perhatian
utama pada tugas.
4)
Hak
Keputusan berdasarkan hak seseorang yang
tidak dapat diganggu. Hak berbeda dengan keinginan, kebutuhan dan kepuasan.
5)
Instusioner
Keputusan diambil berdasarkan pengkajian
dari dilema etik dari kasus per kasus. Dalam teori ini ada beberapa kewajiban
dan peraturan yang sama pentingnnya.
6)
Beneficience
Keputusan yang
diambil harus selalu menguntungkan.
7)
Mal-efecience
Keputusan yang
diambil merugikan pasien
8)
Malpraktek/Lalai
- Gagal
melakukan tugas/kewajiban kepada klien
- Tidak
melaksanakan tugas sesuai dengan standar
- Melakukan
tindakan yang mencederai klien
- Klien
cedera karena kegagalan melaksanakan tugas.
9)
Malpraktek terjadi karena
- Ceroboh
- Lupa
- Gagal
mengkomunikasikan.
Hukum dalam
Keperawatan
· UU No. 6 tentang tenaga kesehatan yang merupakan
penjabaran dari UU No. 9 tahun 1960. Perawat masih ditempatkan pada posisi yang
secara hukum tidak mempunyai tanggung jawab mandiri karena masih tergantung
pada tenaga kesehatan lain.
· UU kesehatan No. 18 tahun 1964 mengatur tentang wajib
kerja para medis. Perawat masih dinyatakan sebagai tenaga kerja membantu tenaga
kesehatan akademis termasuk dokter sehingga perawat ditinjau dari keprofesian
jauh dari kewenangan tanggung jawab terhadap pelayanan sendiri.
· UU No. 23 tahun 1992 merupakan UU yang banyak memberi
kesempatan bagi perkembangan keperawatan termasuk praktek keperawatan
profesional karena dalam UU ini dinyatakan tentang standar praktek, hak-hak
pasien, kewenagan maupun perlindungan hukum bagi profesi kesehatan
termasuk perawat.
BAB III
TINJAUAN
KASUS
Skenario I :
Seorang
ibu Ny. T, umur 36 tahun, diantar oleh tenaga kesehatan ke RS. C, klien
melahirkan anak pertama, dilakukan tindakan operasi caesar oleh dokter.
Pada saat operasi tiba-tiba TD menurun, dokter memberikan obat untuk
meningkatkan TD, tapi kondisi klien malah sebaliknya, kesadaran menurun,
keadaan umum memburuk, dan akhirnya klien dirawat di ruangan ICU, bayi klien
selamat. Saat ini sudah lebih satu bulan klien di ICU dengan diagnosa Braindeath.
Keluarga tidak sanggup membayar biaya rawatan dan keluarga meminta dilakukan
tindakan euthanasia saja.
Diskusi I :
1. Apa
yang seharusnya dilkukan oleh keluarga, tenaga kesehatan dan dokter dalam kasus
ini?
2. Bagaimana
peran masing-masing profesi jika dikaitkan dengan etik dan hukum dalam kasus
tersebut?
3. Siapa
yang memegang peranan penting?
4. Apa
solusi yang akan dilakukan dan siapa yang berhak memutuskannya?berikan alasan!
Diskusi II :
1. Apakah
ada unsur kelalaian?
2. Malpraktek?
3. Bagaimana
tindakan yang profesional?
4. Perlu
aturan/UU yang perlu ditaati?
5. Dimana
peran etik?
6. Bagaimana
peran hukum?
7. Apa
dasar dalam membuat sebuah keputusan?
8. Konsep
penting : Konsep Etik, Konsep Profesional, Konsep Hak-hak Pasien, Konsep
Pengambilan Keputusan, dan Konsep Hukum!
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Diskusi
I
Berikut hasil
pembahasan penulis :
1) Yang
seharusnya dilakukan oleh keluarga, tenaga kesehatan dan dokter dalam kasus ini
adalah :
- Keluarga
·
Meminta informasi
mengenai penyakit yang diderita klien, bagaimana gambaran dan perkembangan dari
penyakit klien. Apakah mungkin disembuhkan.
·
Mencari informasi
jaminan kesehatan dan sumber dana yang dapat digunakan untuk membayar biaya
rawatan klien.
- Tenaga Kesehatan
Sebagai
fasilitator bagi keluarga terkait informasi bagaimana cara memperoleh jaminan
kesehatan.
- Dokter
·
Menjelaskan tentang
kondisi perkembangan dari penyakit klien dan prognosa.
·
Menjelaskan tentang euthanasia
dan efek kedepannya serta keberadaan euthanasia dimata hukum Indonesia :
dimana tidak boleh melakukan euthanasia; sesuai dengan TAP MPR :
No.XVII/MPR/1998 dan Amandemen UUD 45 Pasal 28a, yang berbunyi “Merampas
nyawa orang berdasarkan kemauan sendiri juga melanggar hak azazi manusia”.
2) Peran
masing-masing profesi jika dikaitkan dengan etik dan hukum dalam kasus tersebut
adalah :
1. Tenaga
Kesehatan Pengantar
a. Telah
berperan sesuai prosedur dan kode etik yang berlaku, dimana dalam kasus ini
siibu memang harus dirujuk karena resiko tinggi untuk melahirkan.
2. Tenaga
Kesehatan di RS
a. Sudah
sesuai dengan prosedur, hanya saja kondisi siibu tetap memburuk. Untuk
perawatan tersebut (ICU), dijelaskan pada pihak keluarga. Untuk selanjutnya
bila ditemui suatu keadaan dimana keluarga klien mengalami kesulitan ekonomi
dan memutuskan untuk dieuthanasia saja, maka peran tenaga kesehatan
adalah menjelaskan kondisi klien dan seluk-beluk tindakan euthanasia.
Kemudian mencarikan solusinya, salah satunya dengan memberikan informasi
tentang jaminan kesehatan.
3. Tenaga
Kesehatan dan Dokter
a. UU
RI No.39 tahun 1999 tentang HAM yaitu Pasal 4, Pasal 9 ayat 1, Pasal 32, Pasal
51, Pasal 340, Pasal 344 dan Pasal 359; berisi tentang larangan hukum terhadap
tindakan euthanasia.
b. Berdasarkan
kode etik menurut PPNI (organisasi profesi keperawatan); Perawat:
BAB
I terdiri dari 4 pasal :
1. Menjelaskan
tentang tanggung jawab perawat terhadap individu, keluarga , dan masyarakat.
Perawat menjalin hubungan kerja sama dengan individu, keluarga dan masyarakat
dalam mengambil prakarsa dan mengadakan upaya kesehatan.
2. Tanggung
jawab perawat terhadap tugas. Perawat mengutamakan perlindungan keselamatan
klien (advocad) yang akan dieuthanasia dalam melaksanakan tugasnya
sebagai perawat.
3) Yang
memegang peranan penting adalah DOKTER.
Menurut
UU yang tertulis dalam KUHP hanya melihat dari sisi dokter sebagai pelaku utama
euthanasia, khususnya euthanasia aktif yang dianggap sebagai
pembunuhan berencana, atau dengan sengaja menghilangkan nyawa seseorang,
sehingga dalam aspek hukum dokter selalu pada pihak yang dipersalahkan dalam
tindakan euthanasia tersebut. Tidak peduli apakah tindakan atas
permintaan klien itu sendiri atau kelurganya untuk mengurangi penderitaan klien
dalam keadaan sekarat atau rasa sakit yang sangat hebat yang belum diketahui
pengobatannya. Ditegaskan pula dalam surat edaran IDI No. 702/PB/42/09/2004
yang menyatakan sebagai berikut, “Di Indonesia sebagai negara yang
berazazkan Pancasila dengan sila pertamanya adalah Ketuhanan yang Maha Esa,
tidak mungkin dapat menerima tindakan euthanasia”.
4) Solusi
yang akan dilakukan dan yang berhak memutuskannya adalah :
1. Menolak
euthanasia.
2. Yang
berhak memutuskan adalah DOKTER, merujuk pada UU dalam KUHP.
3. Memberikan
alternatif cara untuk memperoleh jaminan kesehatan yang dapat memfasilitasi
klien yang tidak mampu, misalnya dengan bekerja sama dengan Departemen Sosial.
4. Tetap
melanjutkan theraphy dan perawatan yang lebih intensif.
4.2 Diskusi
II
1) Unsur
kelalaian
Ø
Bisa ada dan juga bisa
tidak ada kelalaian
Ø
Kemungkinan ADA
KELALAIAN, seperti :
Tenaga
kesehatan pengantar, sebelum mengantar ibu ke RS.C, lambat memberikan
penanganan kepada klien. Masalah sering terjadi karena prosedur registrasi yang
panjang dan prognosis yang tidak tepat, sehingga tingkat anxiety siibu yang
kemudian masuk ketingkat stres meningkat seiring dengan his yang semakin
bertambah; tempat pelayanan dekat pemondokan klien, tapi tenaga kesehatan tidak
berada di tempat, harus dihubungi terlebih dahulu atau keluarga berinisiatif
untuk mengantar klien ke tempat pelayanan kesehatan yang lain, ini memakan
waktu dan ibu menjadi semakin kritis.
Ø Kemungkinan
besar TIDAK ADA kelalaian, tenaga kesehatan pengantar telah melaksanakan SOP
yang seharusnya dengan melakukan deontologi dan beneficience. Hal
ini terlihat pada umur siibu yang sudah memasuki tahap resiko tinggi untuk
melahirkan, sesuai dengan UU No. 23 tahun 1992 tentang standar praktek, hak-hak pasien dan kewenangan
profesi yang dilindungi oleh hukum.
2) Malpraktik.
Dalam
dunia medis, tidak ada istilah “tiba-tiba”, semua hal yang terjadi yang berefek
negatif, sekecil apapun pasti ada yang disebabkan oleh kecerobohan tenaga medis
itu sendiri. Tapi, untuk kasus ini tetap kecil kemungkinan adanya malpraktik,
karena tenaga kesehatan pengantar maupun yang di RS.C beserta dokter sudah
mengerahkan kemampuannya untuk membantu persalinan siibu dan memperbaiki
kondisi siibu supaya menjadi lebih baik. Bila setelah ini terjadi keadaan
pasien kritis dan terus menurun, itu diatur dalam legislasi dan ada teleologinya.
3) Tindakan
yang profesional
a. Menolak
permintaan keluarga untuk meeuthanasia klien, karena meskipun memilih
untuk mati adalah klien sendiri dan dia punya hak untuk memilih mati, disamping
indikasi medis, tetap tidak bisa dilakukan; karena bertentangan dengan nilai-nilai
etik dan hukum yang berlaku di Indonesia.
b. Masing-masing
tindakan medis ada form concentnya, terutama tindakan medis yang
berisiko. Bila keluarga tetap berkeras untuk meminta euthasia, tenaga
kesehatan cukup memberikan form penolakan rawatan, karena keluarga tidak mau
mengikuti prosedur yang ada di RS.
c. Bila
keluarga mengalami masalah ekonomi terkait perawatan klien, masih kooperatif
dan mau berusaha, tenaga kesehatan beserta dokter memberikan alternatif cara
untuk memperoleh jaminan kesehatan, disini merangkum fungsi sebagai
fasilitator, misalnya dengan bekerja sama dengan departemen sosial.
d. Tetap
memberikan dan melanjutkan theraphy serta perawatan yang lebih intensif.
4) Aturan
/ UU perlu ditaati, supaya ada batasan-batasan antara hak dan kewajiban tenaga
kesehatan, dokter, maupun klien sendiri. Sehingga pelayanan yang diberikan
betul-betul maksimal dan profesional, klien melewati konsep sehat-sakitnya
tanpa membawa komplikasi dan puas terhadap pelayanan kesehatan yang ada.
Hasilnya, malpraktik bisa ditekan dan motivasi untuk lebih hati-hati dalam
melakukan tindakan menjadi meningkat.
5) Peran
etik
Untuk
kasus euthanasia, pasien memang memiliki hak untuk memilih mati dengan
diagnosa yang sesuai dengan indikasi, tapi
etik mengacu pada praktek, keyakinan, dan standar perilaku kelompok tertentu
(misalnya : etik dokter, etik perawat); disebabkan oleh perbedaan adat, kebiasaan, kebudayaan, dan peranan tenaga
ahli profesi yang didefinisikan dalam suatu negara tidak sama, salah satunya
Indonesia yang menganut Pancasila. Tidak ada nilai-nilai, norma-norma, ataupun
hukum yang membunyikan bahwa ”euthanasia itu diperbolehkan”.
6) Peran
Hukum
Ketetapan hukum mengatur hak dan
kewajiban serta bersifat mengikat seseorang yang berhubungan erat dengan
tindakan, terutama sebuah profesi. Bentuk ketetapan hukum dapat berupa UU
maupun peraturan pemerintah atau substansi yang memiliki pengaruh besar dalam
sistem.
Untuk euthanasia sendiri, salah
satunya bisa kita pedomani dari surat edaran IDI No. 702/PB/42/09/2004 yang
menyatakan sebagai berikut, “Di Indonesia sebagai negara yang berazazkan
Pancasila dengan sila pertamanya adalah Ketuhanan yang Maha Esa, tidak mungkin
dapat menerima tindakan euthanasia”.
7) Dasar
dalam membuat keputusan adalah teori teleology dan deontologik, teori ini
membuat pengesahan terhadap keputusan-keputusan etis dan dibenarkan oleh hukum.
BAB
V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil
pembahasan, penulis menyimpulkan sebagai berikut :
1. Pengendalian
praktek keperawatan secara internal adalah kode etik, sedangkan secara
eksternal adalah hukum. Praktek keperawatan harus dilakukan secara benar dalam
arti keilmuannya dan baik dalam arti aspek etik dan legalnya, harus dilakukan
oleh perawat profesional yang berkompeten. Setiap perawat yang praktek wajib
memiliki SIP, SIK, SIPP.
2. Dalam
memberikan pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan dan dokter dituntut untuk
tidak hanya berkolaborasi antar sesama anggota profesi saja, tetapi juga dengan
keluarga klien.
3. Faktor
ekonomi bisa mempengaruhi keputusan klien atau keluarga dalam theraphy dan
perawatan
4. Setiap
tindakan medis dan non medis yang dilakukan dipengaruhi oleh kode etik
masing-masing profesi dan hukum yang berlaku, dimana di masing-masing negara
memiliki perbedaan,
5. Di
Indonesia, tidak dibenarkan tindakan euthanasia dengan alasan apapun,
sekalipun atas permintaan klien sendiri.
6.
Tenaga kesehatan dan
dokter berperanan besar sebagai fasilitator bagi klien yang tidak mampu.
5.2 Saran
Dari
penjabaran di atas, penulis menyarankan :
1.
Tenaga
kesehatan dan dokter diharapkan lebih berhati-hati dalam melakukan tindakan
medis, karena setiap tindakan memiliki nilai etik dan hukum tersendiri.
2.
Sebelum
melakukan prosedur, tenaga kesehatan maupun dokter lebih komunikatif lagi terhadap
klien ataupun keluarga klien, supaya informasi yang mereka dapat jelas dan
tidak terjadi ladi kesalahan dalam pengambilan keputusan.
3.
Bagi
keluarga, diharapkan memikirkan terlebih dahulu keputusan yang akan diambil
terkait theraphy dan perawatan klien, jangan mudah memutuskan sesuatu yang
belum dimengerti apa efek kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Ismani, Hajah.
2000. Etika keperawatan 2001, jakarta : widya medika
K.Bertens. Pengantar profesi keperawatan
Anynomous. Makalah
Keperawatan : Etika Dan Hukum Keperawatan. [Online : 13 Oktober
2011]
Tawi, Mirza. 2008. Hak Pasien dan Perawat. http://syehaceh.wordpress.com/2008/06/18/hak-pasien-dan-perawat/.
[Online : 13 Oktober 2011)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar