Dr. Elisna Syahruddin, PhD, Sp.P(K) Divisi Onkologi ToraksDepartemen Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran, Universitas indonesia – RS Persahabatan, Jakarta
PENDAHULUAN
Bronkoskopi adalah tehknik yang digunakan untuk melihat secara langsung kondisi saluran napas dengan tujan diagnostik maupun terapetik. Untuk berbagai penyakit paru. Prosedur bronkoskpi mengunakan bronkoskop yang dapat mengeksplor saluran napas hingga ke cabang–cabang bronkus. Jenis atau tipe bronkoskop yang sering digunakan adalah bronkoskop rigit atau bronkoskop fleksibel. Bronkoskop rigit atau kaku terbuat dari metal dengan diameter tube sampai dengan 1 cm. Kelemahan bronkoskop kaku itu adalah ketidak nyaman yang dirasakan pasien pada saat prosedur bronkoskopi dilakukan. Jenis bronkoskop fleksibel atau bronkoskop serat optik (fiberoptic) .lebih sering digunakan karena berbagai kelebihannya, antara lain bronkoskop dapat masuk hingga ke cabang ke-3 bronkus. (lobus dan segmen paru). Kelebihan lain adalah tehknik yang lebih sederhana dengan penggunaan anestesi lokal dan lebih nyaman untuk pasien. Manfaat bronkoskopi pada penyakit infeksi paru adalah untuk mendapatkan mikrobiologi atau jamur penyebab dengan menggunakan sikat berselubung sehingga bukan merupakan kontaminasi saluran napas atas. Manfaat bronkoskopi lebih luas pada kasus keganasan rongga toraks bukan hanya sebagai prosedur diagnosis tetapi juga terapi.
Gambar 1. Anatomi saluran napas yang laring, trakea, dan bronkus.
TUJUAN UMUM BRONKOSKOPI
Tujuan diagnostik adalah
·Melihat keadaan saluran napas: bagaimana orifisum-orifisium, tampakan pada mukosa, ada tidaknya tumor atau benda asing intrabronus.
·Mengambil spesimen dari berbagai tehnik (bilasan, sikatan, kuretase, BAJ, TBNA, biopsi dan TBLB) pada kelainan intrabronkus dan ekstrabronkus.
·Mengevaluasi sumber perdarahan pada pasien dengan masalah batuk darah oleh berbagai sebab
Tujuan terapetik antara lain
·Melakukan pembersihan bronkus dari sekret (bronkial toalet) , atau darah
·Mengambil benda asing
·Mmbuka jalan napas antara lain membantu pemasangan pipa endotrakeal / intubasi, melakukan laser, memasang sten, dll
Gambar 2. Pada prosedur bronkoskopi yang menggunakan bronkoskop lentur maka bronkoskop dapat mencapai cabang bronkus
TUJUAN KHUSUS BRONKOSKOPI PADA KEGANASAN RONGGA TORAKS
Keganasan rongga toraks dapat terdiri atas kanker paru (pirmer), tumor mediastinum, mesotelioma, metastasis tumor di paru atau tumor dinding dada. Seringkali diagnosis keganasan rongga toraks menjadi sulit karena gambaran yang tidak khas terutama bila kanker ditemukan pada stage awal dan demikian juga jika telah berada pada stage lanjut. Keganasan rongga toraks pada stage lanjut disertai banyak penyulit, misalnya ukuran massa yang besar, efusi pleura masif atau atelektasis. Bronkoskopi menjadi salah satu prosedur diagnosis yang dapat memberikan informasi yang sangat dibutuhkan itu. Penampakan yang abnormal intrabronkus akan menjadi salah satu penentu apakah kanker itu primer di paru atau jenis keganasan rongga toraks lainnya.
Peran bronkoskopi dalam diagnosis kegansan rongga toraks.
Prosedur diagnosis untuk keganasan rongga toraks dialukukan untuk mendapatkan diagnosis pasti yaitu dapat ditentukan jenis sel kanker dan selanjutnya ditentukan staging penyakit untuk pilihan terapi terbaik pada seorang penderita.
Jenis sel kanker. Prosedur diagnosis yang baik adalah apabila dari prosedur itu didapat spesimen yang baik sehingga penentuan jenis sel kanker yang tepat segera didapat. Persiapan yang baik termasuk kelengkapan alat untuk pengambilan spesimen sebelum prosedur bronkoskopi dilakukan merupakan faktor penting untuk mendapatkan diagnosis pasti keganasan itu (jenis sel kanker) yang dapat berdasrkan hasil sitologi dan/atau histopatologi. Dari berbagai data dapat dilihat bahwa kepositifan hasil sikatan pada mukosa infiltratif lebih besar daripada bilasan. Biopsi massa intrabronkus akan memberikan hasil histopatologi sedang biopsi aspirasi jarum memberikan hasil sitologi. Transtorakal needle aspiration (TBNA) pada karina yang tumpul akan memberikan informasi ganda tentang ada tidaknya metastasis ke KGB mediastinal. Pada massa perifer dan kecil sebaiknya persipapan untuk TBLB telah dilakukan karena kemungkinan tampakan bonkus normal. Kasus kanker in situ biasanya didapat dengan enggunakan bronkoskop light imaging fluorescence endoscopy (LIFE) karena dapat mendeteksi lesi praneoplastik dengan bantuan itu akan dapat spesiemen yang tepat.
Staging penyakit. Hasil penilaian yang berkaitan dengan staging penyakit sangat diperlukan pada kanker paru. Evaluasi saluran napas harus dilakukan pada kedua sisi ipsi dan kontra lateral. Cakupan evaluasi pada kegansan rongga toraks mulai dari simetris tidak pita suara yang dapat disebabkan oleh paralisis, tampakan mukosa mulai dari trakea hingga cabang ke-3 bronkus, ada tidaknya stenosis/obstruksi oleh tumor intra/ekstra bronkus dan tidak boleh tertinggal informasi tajam atau tidaknya karina dan second karina. Temuan pada saat bronkoskopi dapat menentukan staging penyakit disamping informasi pemeriksaan klinis misalnya (pemberan KGB supraclavikula, leher dan axilla) atau CT-scan toraks yang bukan hanya dapat menilai akurasi ukuran lesi target tetapi juga keterlibatan KGB mediastinal dan KGB ekstratoraks dan metastasis di organ lain (KGB spurarenal, nodul di hepar dan ginjal). Jarak lesi dengan karina menjadi penentu T (T1-4), tajam atau tidaknya karina menjadi penentu N (N1-2), lesi yang ditemukan pada cabang bronkus yang berbeda menjadi penentu T dan bahkan M (M0-1). Tampakan yang sering muncul pada kanker paru adalah :
oStenosis infiltratif oleh tumor intrabronkus
oMukosa dengan lesi infiltratif (tidak rata, mudah berdarah).
oKarina tumpul (N2)
oParalisis pita suara (T4)
Tampakan stenosis kompresi dengan mukosa normal biasanya ditemukan pada tumor mediastinum atau kanker paru perifer dengan atelektasis, tumor yang besar atau efusi pleura masif. Tampakan bronkus yang normal ditemukan pada tumor mediastinum, mesotelioma, metastasis tumor di paru atau tumor dinding dada. Meskipun pada beberapa jenis tumor mediastinum misalnya timoma stage IVA/B dan teratoma yang berinvasi ke intrabronkus.
Peran bronkoskopi dalam pengobatan kegansan rongga toraks.
Berbagai modaliti untuk keganasan rongga toraks terutama kanker paru dapat dilakukan dengan prosedur bronkoskopi terutama untuk mengatasi perdarahan dan obstruksi saluran napas, antara lain : Brachytherapy, Photodynamic therapy (PDT), Laser, dan Stenting. Beberapa tehnik itu terkadang dilakukan kombinasi misalnya brachytherapy dan PDT, tehnik yang paling sering adalah laser dikuti dengan stenting.
Brachytherapy. Brachytherapy adalah salah satu bentuk radiotherapy, pada tehnik ini radiasi diberikan secara langsung pada tumor yang ditargetkan. Tehnik brachytherapi sederhana yaitu dengan meletakkan tube dan meradiasi tumor intrabronkus dengan bantuan bronkoskop. Brachytherapy merupakan terapi paliatif untuk menghilangkan simptom antar lain perdarahan atau untuk membuka obstruksi saluran napas (terutama saluran napas besar) pada kanker paru.
Photodynamic Therapy (PDT). PDT diindikasikan pada kanker paru in situ atau untuk membuka saluran napas dari obstruksi pada kanker paru stage lanjut. PDT menjadi alternatif untuk tindakan bedah. Mekanisme kerja PDT adalah dengan menggunakan light-sensitive medication (photosensitizing agent, porfimer sodium)yang disuntikan, dibawa aliran darah dan diabsorbsi oleh sel kanker. Pada tahap selanjutnya jaringan kanker yang telah mengabsorsi obat itu diberi sinar khusus (red light) yang bereaksi dengan oksigen dan akan menghancurkan sel kanker. Penelitian juga mendapatkan bahwa obat yang disuntikan itu dapat merusak pembuluh darah yang memberi makan sel kanker dan pengrusakan itu akan menyebabkan suplai makanan terhenti dan sel akan mati (anti-angiogenesis). Efek samping PDT kecil karena meskipun obat akan diabsorbsi oleh sel jaringan lain di seluruh tubuh. Tetapi obat hanya akan bekerja jika diberikan sinar khusus itu Pada proses PDT bronkoskopi dilakukan untuk mengindetifikasi lokasi lesi, memasukkan probe setelah pemberian obat dan meletakkan pada lokasi yang tepat sebelum penyinaran dilakukan, pasca penyinaran bronkoskopi diperlukan untuk membersihkan saluran napas.
Laser. Laser (Light Amplification by Stimulated Emission of Radiation) adalah salah satu pilihan terapi kanker paru dengan cara penghancuran sel kanker dengan menggunakan high-intensity ligh. Laser dindikasikan pada kanker paru dengan masalah hemoptisis atau untuk membuka saluran napas akibat obstruksi oleh tumor intrabronkus. Prosedur laser sama dengan PDT sedangkan perbedaan utamanya adalah penggunaan jenis sinar yang berbeda dan photosensitizing agent. PDT membutuhkan porfimer sodium yang disuntikkan sebelumnya sebagai photosensitizing agen sedangkan laser tidak. Untuk tumor intrabronkus itu tipe laser yang digunakan adalah Neodymium yttrium-aluminum-garnet lasers.
Stenting. Stenting adalah salah satu usaha untuk membuka saluran napas lebih permanen pada kanker paru dengan memasangkan sten pada saluran napas dilokasi obstruksi. Stenting lebih sering dilakukan bersama laser, laser diharapkan dapat membuka saluran napas dan pemasangan sten akan memperlambat obstruksi kembali. Berbagau jenis sten telah digunakan untuk mengatasi obstruksi saluran napas antara lain sten dumon, sten miyazawa, dll. Sebagaian dari sten itu harus dipasang dengan menggunakan bronkoskop kaku.
KEPUSTAKAAN
1.Jusuf A, Harryanto A, Syahruddin E, Endardjo S, Mudjiantoro S, Sutantio N. Kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil. Pedoman Nasional untuk diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia 2005. Ed. Anwar J, Syahruddin E. PDPI dan POI, Jakarta, 2005
3.Dolmans DEJGJ, Fukumura D, Jain RK. Photodynamic therapy for cancer. Nature Reviews Cancer 2003;3(5):380–387.
4.FreitagL, Ernst A, ThomasM, Prenzel R, B WahlersB, Macha HN. Sequential photodynamic therapy (PDT) and high dose brachytherapy for endobronchial tumour control in patients with limited bronchogenic carcinoma . Thorax 2004;59:790-793.
5.Furukawa K, Kinoshi K, Saijo T, Hirata T, Saji H, Kato H. Laser Therapy and Airway Stenting for Central-Type Lung Cancer. JMAJ 2003; 46(12): 547–553.
6.Miyazawa T, Miyazu Y, Iwamoto Y, Ishida A, Kanoh K, Hidetaka Sumiyoshi H, et al. Stenting at the flow-limiting segment in tracheobronchial stenosis due to lung cancer. Am J Respir Crit Care Med 2004; 169.: 1096–1102.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar