Kamis, 24 November 2011

PNEUMOTORAK SPONTAN

Dr. Oea


Pendahuluan

            Pneumotorak adalah keadaan di mana terdapatnya udara bebas di dalam rongga pleura. Adanya udara ini karena terjadi hubungan ( vistel ) antara  dunia luar dengan rongga pleura. Terjadinya hubungan ini akan menyebabkan udara akan bergerak ke rongga pleura, karena tekanan intra pleura lebih rendah dari luar . Pada keadaan normal tidak ditemukan adanya udara dalam rongga pleura. Adanya udara dalam rongga pleura akan meningkatkan tekanan intra pleura di mana pada keadaan normal tekanan intra pleura berkisar ( -2 s/d -9 ). Tekanan intra pleura berubah-ubah sesuai dengan irama pernafasan, di mana berkurang saat inspirasi dan meningkat saat ekspirasi.
Peningkatan tekanan intra pleura karena pneumotorak dapat menimbulkan gangguan fungsi paru berupa restriksi sehingga terjadi gangguan pengembangan paru, hal ini terbukti dengan penurunan kapasitas vital. Pneumotorak juga akan mempengaruhi tekanan oksigen arteri PaO2, dimana nilainya akan berkurang dari normal ( < 80 mmhg ). Penurunan ini karena terjadinya shunt sehingga ratio ventilasi perfusi berkurang.
Pneumotorak  ini juga dapat mempengaruhi fungsi jantung berupa penurunan cardiac output. Carvalho dkk melaporkan terjadinya penurunan cardiac out put pada penelitian dengan domba. Setelah tekanan intra pleuranya di naikan sampai + 10 s/d 25 cm H2O di dapatkan penurunan cardiac out put 3.5L/menit menjadi 1.2L/menit dan tekanan darah turun dari 80 mmhg menjadi 40 mmhg.
Beberapa pembagian istilah pneumotorak yang telah sering di pergunakan. Pembagian Pneumotorak menurut  terjadinya vistel ada tiga macam yaitu.
1.      Pneumotorak terbuka,
2.      Pneumotorak tertutup
3.      Pneumotorak ventil.
Pneumotorak tertutup adalah setelah terjadinya vistel antara pleura dengan alveoli, vistelnya secara spontan menutup kembali. Pneumotorak terbuka adalah setelah terjadi vistel antara pleura dengan alveoli vistelnya tetap terbuka. Pada keadaan ini akan terjadi tekanan intra pleura sama dengan tekanan udara luar. Pneumotorak ventil adalah setelah terjadinya vistel antara pleura dengan alveoli vistelnya mempunyai sifat seperti ventil dimana udara dapat masuk ke rongga pleura tapi tidak bisa keluar lagi. Keadaan ini merupakan kasus gawat darurat paru yang dapat mengancam jiwa jika tidak di tolong dengan segera.  
Berdasarkan kejadiannya  pneumotorak  dapat dibagi atas;
  1. Pneumotorak spontan ( primer dan sekunder )
  2. Pneumotorak trauma dan iatrogenik
  3. Pneumotorak artifisial
  4. Pneumotorak katamenial

Luas pneumotorak
            Menentukan luasnya pneumotorak penting dalam menentukan penatalaksanaan pneumotorak. Dalam menentukan luas pneumotorak banyak metode yang telah di perkenalkan seperti:
1.      Guideline British thorax society (BTS)
Dalam menentukan luas pneumotorak ditentukan jarak dari pinggir dinding dalam torak ke pleura visceral yang kolap.  Luasnya pneumotorak secara garis besar BTS membagi atas kecil dan besar, dimana pneumotorak kecil bila jaraknya kurang dari 2 cm dan besar lebih 2 cm lihat gambar 1.

 
2.      Light index
Untuk menentukan luas pneumotorak ditentukan dari jarak dari pleura visceral dengan diameter hemitorak.  
% pneumotorak = 100                  




Pathogenesis pneumotorak spontan
            Pneumotorak spontan terjadi karena terbentuknya vistel antara alveoli atau bleb dengan pleura. Rupturnya bleb atau alveoli karena barotrauma atau volutrauma seperti pada pemakaian ventilator dengan menggunakan tidal volume atau yang besar atau PEEP yang tinggi . Kejadian barotrauma atau volutrauma dapat juga di sebabkan pada keadaan asma atau PPOK  dalam serangan akut.


Diagnosis pneumotorak spontan
            Diagnosis pneumotorak di tegakan dengan gejala klinis berupa sesak nafas, batuk-batuk, nyeri dada dan dada terasa berat di lokasi pneumotorak. Dapat juga di temukan peningkatan denyut nadi dan penurunan tekanan darah. Gejala klinis ini biasanya timbul mendadak.
            Pemeriksaan fisis sangat membantu dalam menegakan diagnosis tapi kalau luas pneumotoraknya kurang dari 20%  sulit di bedakan terutama kalau ada penyakit yang mendasarinya. Kelainan pemeriksaan fisis yang sering di temukan secara inspeksi di dapatkan gerakan tertinggal, torak lebih menonjol di banding yang sehat. Premitus melemah dan perkusi hipersonor. Auskultasi suara nafas melemah dan dapat menghilang. Hasil pemeriksaan fisis ini sangat tergantung kepada luasnya pneumotorak.
Radiologis dengan ro Torak PA untuk membuat diagnosis sangat membantu. Gambaran radiologis secara RO Torak PA, akan terlihat batas paru kolap tanpa adanya corakan bronkovaskuler, sela iga melebar. Gambaran lainnya terdapat tanda-tanda pendorongan dari mediastinum kearah torak yang sehat.  Pada keadaan hasil RO Torak PA kurang jelas atau meragukan bias di lakukan RO PA ekspirasi atau, RO Lateral dan lateral dekubitus. Hasil RO dengan berbagai posisi ini ternyata sensitivitinya sama dengan CT Scan Torak dalam menegakan suatu pneumotorak   


Pneumotorak spontan primer
Insidens
            Pneumotorak spontan primer ( PSP ) yang terjadi pada orang normal atau dengan kata lain tanpa adanya penyakit paru yang mendasarinya. PSP lebih sering terjadi pada usia muda di bawah 40 th. PSP pertama kali di laporkan oleh Kjaergard pada  tahun 1932. Insiden PSP ini pada laki-laki 18-28/100,000/th dan perempuan 1.2-6/100,000/th.  Angka kekambuhan…….

Etiologi.  
Tidak adanya penyakit yang mendasari terjadinya pneumotorak sehingga,   di duga peranan bleb dan bulae di sub pleura yang merupakan penyebab terjadinya PSP. Terjadinya rupture bleb atau bulae sering di daerah apical. Faktor resiko untuk terjadinya PSP adalah laki-laki, muda dan tinggi kurus. Tinggi badan di buktikan setiap kenaikan  …cm terjadi penurunan tekanan intra pleura. Penurunan tekanan intra pleura ini akan menyebabkan  terjadi penarikan dari bleb sehingga beleb akan distensi terutama di apical sehingga memudahkan untuk pecah/rupture.  
Hubungan merokok dengan angka kejadian PSP di laporkan tinggi, dimana pada perokok relative lebih tinggi dimana 12% pada laki-laki perokok di banding 0.1% pada laki-laki bukan perokok.

Penatalaksanaan
            Penatalaksanaan PSP bila luas pneumotoraknya kurang dari 15% dan pasien tidak sesak dapat di lakukan observasi dengan pemberian oksigen 10 lt/menit. Pemberian oksigen ini akan meningkatan penyerapan udara pneumotorak 4 kali lipat lebih cepat di abndingkan tanpa pemberian oksigen. Alasan 15% karena kemampuan penyerapan 1.2- 1.8% perhari, sehingga di perkirakann 8 -10 hari pneumotorak akan hilang dan paru akan mengembang sempurna.
            Menurut BTS pneumotorak kecil dan tanpa adanya keluhan pasien dapat di lakukan observasi dengan pemberian oksigen. Apabila pneumotorak besar dilakukan punksi pleura ( aspirasi) dengan menggunakan mini water shield drainage ( WSD ). Apabila tindakan ini berhasil pasien di pulangkan dan jika gagal perlu pemasangan WSD.   
            Pleurodesis di lakukan apabila
Algoritma penatalaksanaan psp menurut BTS



Pneumotoraks spontan sekunder
            Pneumotorak spontan sekunder ( PSS ) adalah terjadinya pneumotorak pada pasien dengan penyakit dasar.  Penyaki yang mendasari seperti PPOK, TB paru bekas TB paru,  Pneumotorak ini lebih serius di bandingkan PSP karena penurunan fungsi paru pada paru yang telah ada kelainannya.

Insiden
            Insidenya sama dengan PSP
           
Etiologi
            Penyebab PSS adalah yang sering PPOK, TB Paru, ….






Patogenesis



Rekuren
            Rata-rata kekambuhan pneumotorak lebih tinggi pada PSS dibandingkan PSP.  Guo dkk melaporkan PSS merupakan factor yang bermakna untuk terjadinya rekuren di banding PSP.  Videm dkk melaporkan  dari 303 pasien pneumotorak selama 5.5 th di dapatkan 54 dengan COPD dan rekurennya 24 ( 44% ).






Penatalaksanaan pneumotorak spontan
            Tujuan penatalaksanaan pneumotorak adalah menghilangkan udara di rongga pleura dan mencegah terjadinya ke kambuhan. Penatalaksanaan pneumotorak dapat di bagi atas 2 macam;
1.      Non operasi ( observasi, simple aspirasi, WSD dan pleurodesis  )
2.      Operatif

Observasi
            Observasi di indikasikan pada PSP dengan atau tanpa keluhan minimal dan luas pneumotorak kecil menurut guideline BTS. Tindakan observasi dapat di percepat dengan pemberian oksigen 10 l/menit. Tanpa pemberian oksigen secara normal udara dalam rongga pleura akan di serab sebesar 1.2-1.8% perhari, dengan pemberian oksigen akan di percepat penyerapan udara sebesar empat kali lipat dari normal. Tindakan observasi ini juga dapat di indikasikan untuk PSS apabila pneumotoraknya sangat kecil di apical yang kurang 1 cm. observasi ini jika gagal dapat di lakukan simple aspirasi.
            Angka keberhasilan observasi…………..kegagalan

Simple aspirasi
            Simple aspirasi di indikasikan pada PSP dengan luas pneumotorak besar.  Pada PSS di indikasikan pada pasien dengan; sesak nafas, luas pneumotorak kecil dan usia kurang 50 th. Angka keberhasilan simple aspirasi ini lebih tinggi pada PSP ( 59-83% ) di bandingkan PSS hanya 33-67%. Keberhasilan simple aspirasi ini juga di tentukan oleh usia, penyakit kronis dan luas pneumotorak. Keberhasilan pada usia kurang 50 th 70-81% dan pada usia lebih 50 th keberhasilan simple aspirasi ini 19-31%.
            Tindakan simple aspirasi ini dapat di ulangi lagi apabila pada tindakan pertama gagal pengembangan paru. Pengulangaan ini hanya dapat di lakukan pada PSP, dengan syarat jumlah  udara yang  telah di keluarkaan jumlahnya kurang 2.5 ltr.
            Angka kekambuhan dengan simple aspirasi……….

Water shield drainage (WSD)
            WSD di lakukan pada PSP apabila tindakan aspirasi tidak berhasil. Pada PSS WSD di indikasikan pada keadaan sesak nafas, usia lebih 50 th dan luas pneumotorak besar.
           
Pleurodesis
            Tindakan pleurodesis di lakukan apabila terjadinya pneumot


Operasi
            Tindakan operasi baru di pilih pabila tindakan dengan WSD gagal paru mengembang sampai normal setelah pemasangan 3-5 hari. Ada

DAFTAR  PUSTAKA

  1. Carvalho P, Hilderbrandt J, Charan NB. Changes in bronchial and pulmonary arterial blood flow with progressive tension pneumothorax. J Appl Physiol 1996; 81: 1664-9.
  2. Guo Y, Xie C, Rodriguez RM, et al. Factors related to recurrence of spontaneous pneumothorax. Respirology 2005; 10: 378-84
  3. Videm V, Pillgrm-Larsen J, Ellingsen O, et al. Spontaneous pneumothorax in chronic obstructive pulmonary disease: complications, treatment, and recurrences. Eur J Respir Dis, 1987;71;365-71

Tidak ada komentar:

Posting Komentar